Monday 9 September 2013

SEBUAH ATURAN



Sebuah slogan umum yang populer di negri ini berkaitan dengan aturan adalah “ Aturan dibuat untuk dilanggar”. Apakah slogan ini hanya lelucon atau serius, tapi nampaknya slogan itu begitu populer dan bahkan tak heran karena kepopuleranya, slogan ini menjadi realitas dalam kehidupan. Entah apakah ini sebuah kecerdasan dalam mengasumsikan sebuah peraturan sehingga menjadi anekdot yang menciderai makna sesungguhnya atau sebuah kepicikan pola pikir yang ahirnya menjadikan sebuah budaya.


Sejatinya aturan dibuat untuk dipatuhi, karena memang aturan dibuat agar terjadi keteraturan. Ketika aturan tersebut dilanggar, pasti ada konsekuensi logis yang terjadi. Sebuah aturan lalu lintas saja yang sederhana, jikalau tidak dipatuhi maka akan terjadi kemacetan dimana-mana, kecelakan lalu lintas dan kehingar-bingaran dampak yang terjadi karena pelanggaran lalu lintas. Untuk masalah remeh temeh seperti ini pun begitu minimnya kesadaran untuk mematuhinya. Bagaimana jikalau peraturan yang lebih penting itu ahirnya banyak yang terlanggar. Menyalakan handphone di pesawat, menerobos lampu lalu lintas, tidak ber helm dalam mengendarai kendaraan roda dua, merupakan sebuah pelanggaran yang acap kali menjadi sebuah kebiasaan yang membiasa. Tak heran jikalau kesemrawutan itu terjadi.


Alam semesta saja tercipta dari sebuah keteraturan. Bumi dengan keteraturan dan ketekunanya mengelilingi matahari sehingga terjadilah kehidupan di bumi. Alam telah memberikan banyak contoh keteraturan yang menghidupi seluruh isi Bumi. Manakala keteraturan itu terusik, maka bencana alam akan terjadi karena sebuah pelanggaran atas sebuah peraturan.

Kesadaran akan peraturan itu sebenarnya telah dimiliki oleh setiap manusia. Ia tahu mana yang baik dan buruk, mana yang teratur dan mana yang tidak, mana yang bermanfaat dan mana yang membawa mudharat. Namun adakalanya ketidak perdulian akan kesadaran itu terpendam jauh di dasar pemikiran karena sebuah pembenaran diri yang salah kaprah.

Aturan yang seharusnya dibuat manakala manusia belum tahu akan adanya sebuah aturan, ahirnya menjadi aturan yang tidak memiliki derajad nilai sama sekali. Aturan yang seharusnya memiliki nilai moral menjadi terdegredasi karena kebutaan dalam pemahaman.

“SEHABIS BUANG AIR HARAP DISIRAM…!!!!”, itulah salah satu dari sekian banyak aturan yang membuat baik si pembuat aturan atau si pelaku peraturan menjadi tidak cerdas. Apakah benar sipembuat aturan itu tidak cerdas ? atau di pelaku aturan itu yang tidak cerdas ?. Bagaimana budaya moral manusia jikalau peraturan tersebut terpampang di toilet-toliet umum, Mall atau bahkan di perkantoran-perkantoran. Untuk sebuah aturan remeh temeh seperti itu pun masih harus di ingatkan. Bahkan sudah di ingatkankan pun, masih banyak juga yang lupa akan kesadaranya. Harus kah sebuah peraturan itu di buat, jikalau sebenarnya kita sudah tahu apa yang harus kita lakukan. Aturan itu dibuat oleh si pembuat aturan seolah-olah kebodohan itu sudah merajalela. Jangan-jangan nanti akan ada peraturan yang lebih detail lagi di tolilet seperti “ Jatuhkanlah e’ek anda tepat ditengah lubang closet” atau “ Hindari buang air besar sambil berdiri “ atau “Sehabis buang air besar, jangan lupa cebok”.

Dari mulai perkara yang sepele pun jika kita mematuhinya, maka alam semsta ini akan berzikir dan memberikan apresiasi kepada kita dalam bentuk sebuah ketenangan jiwa. Mematuhi aturan alam tanpa adanya sebuah peraturan yang dibuat secara formal tapi tercipta dari sebuah rasa kesadaran yang ada, akan lebih membuat kita menjadi cerdas secara spiritual, karena sejatinya manusia itu mahluk spiritual.

Ketika aturan-aturan yang kecil dan sudah dibuat saja masih dilanggar dengan segala argument pembenaranya, maka sudah sewajarnya untuk level aturan yang tinggi dan njlimet pun akan ada pelanggaran dengan segala argument pembenaran yang kenjlimetanya selevel dengan tingginya aturan itu.  

Tak heran jikalau ada aturan yang dibuat menjadi sedikit ekstrim karena ke ekstriman pelanggar peraturan itu sendiri sudah melampaui batas. Contonya ada aturan yang terpampang di sebuah halaman rumah kosong yang dibuat sendiri oleh pemiliknya.  “Hanya anjing yang buang sampah disini..!!!”. Apakah sudah serendah ini martabat manusia, sehingga anjing yang tidak bersalah pun ikutan menjadi korban.


Ketika kita melanggar aturan sekecil apapun, sebenarnya didalam hati kecil kita sudah ada signal positif yang menyatakan bahwa ini tidak boleh, itu salah, atau seharusnya begini dan lain-lain. dan jika kita melakukan pembiaran, maka signal rasa salah itu perlahan akan hilang dan yang seharusnya memang salah akan berganti menjadi sesuatu yang biasa saja untuk dilakukan. Maka pupuklah kesadaran yang ada dalam hati kecil itu agar tidak sirna atau ia akan hilang dan berganti dengan berbagai signal negative yang “diangnggap” positif. Trimakasih (WD)     

No comments:

Post a Comment