Wednesday 10 October 2012

TERSERAH


“Ungkapan sebuah kata yang multi tafsir” itulah hipotesis atau dugaan sementara terhadap kata TERSERAH. Sebuah kata sederhana yang seringkali kita dengar, atau bahkan sering kali kita adalah pengguna dari kata itu. Ketika kata “Terserah” menjadi sebuah jawaban yang muncul terhadap sebuah pertanyaan, maka bagi si penanya sendiri akan muncul berbagai persepsi yang bisa saja positif atau bahkan negative tergantung dari sudut pandang melihatnya.


Gaya bahasa dan intonasi komunikasi dalam pengucapan kata “terserah” juga memiliki andil dalam memberikan makna kata itu. Bahkan sering terjadi salah pemahaman dalam mengartikan makna kata tersebut sehingga mengakibatkan salah paham karena kesalahan persepsi.

Kata terserah yang di ucapkan dengan intonasi biasa atau normal, bisa saja bermakna positif atau negatif, tergantung dari kalimat pertanyaanya atau pendukungnya, misalnya saja anda sedang ditanya atau ditawari, “Anda mau makan apa ? kemudian anda menjawab, “terserah saja “ pun dengan intonasi yang rendah. Ketika anda menjawab dengan kata “Terserah saja” dari sudut pandang anda yang positif, bisa jadi anda memang mempercayakan kepada si penanya mengenai makanan apa yang akan diberikan kepada anda. Dan ketika makanan itu datang dan disediakan kepada anda, maka anda tidak berhak untuk protes. Namun kondisi itu berlaku sekiranya level sudut pandang antara si penanya dengan anda berada pada kondisi dan konteks yang sama. Dan  ketika sudut pandang tidak pada level yang sama, maka kalimat “terserah saja” yang anda ucapkan tadi akan bermakna sebuah ketidak pastian dan keragu-raguan serta dirasakan tidak bermakna atensi atau perhatian sama sekali.

Dengan memperhatikan level sudut pandang, seharusnya kita bisa menempatkan posisi, intonasi serta kejelasan dalam menggunakan kata “terserah” sehingga pesan yang terkandung dapat terkirim dan ditangkap dengan baik oleh lawan bicara.

Contoh lain adalah, ketika kata “terserah” diucapkan karena anda dalam kondisi yang bingung harus berucap apa. Misalnya kalimat sebuah pertanyaan, “ Hari libur ini, bagaimana kalo kita pergi kepantai ?” dan ketika anda menjawab “terserah”, bisa jadi si penanya akan merasa pertanyaanya tidak diperdulikan karena yang dikehendaki oleh si penanya sebenarnya adalah sebuah opsi dan bukan sebuah jawaban yang mengawang-awang. Padaha bagi anda sendiri mungkin saja pertanyaan itu sebenarnya cocok dengan keinginan anda. Namun karena sebuah kebingungan yang bisa saja ditimbulkan oleh adanya masalah lain sehingga membuat anda mengeluarkan sebuah jawaban “Terserah” yang dinilai sebuah ketidak jelasan.

Contoh-contoh diatas adalah sebuah ilustrasi kasus yang bisa saja sering terjadi dalam kehidupan kita. Ketika kata “terserah” menjadi sebuah kata yang bisa memancing analisa persepsi yang bermacam-macam.

Dalam intonasi dan gaya bahasa yang mudah di pahami ketika kita berada dalam kondisi komunikasi langsung dengan memperlihatkan gesture dan ekspresi wajah saja, kata “terserah”  masih bisa menimbulkan salah paham. Bagaimana jika komunikasi itu terjadi tidak langsung, seperti melalui SMS, email atau BBM. Sungguh ini akan menjadi kekeliruan dan salah paham yang fatal ketika kata “terserah’ tidak benar-benar dipahami sebagai kata yang dapat memberikan makna positif.

Lain halnya ketika kata “terserah” di ucapkan kepada penanya yang memang keduanya sedang dalam kondisi terjadi perselisihan. Misalnya, sebuah pertanyaan, “ Jadi maunya apa …???” dan dijawab, “terserah…!!!. Kalimat jawaban itu tentu saja bermakna sebuah kejengkelan, tidak perduli dan masa bodoh. Dan sudah bisa dipastikan bahwa penggunaan kata “terserah” dalam komunikasi ini akan membuat emosi diri menjadi muncul.

Tentunya setiap kali kita mendengar dan mengunakan kata “terserah” untuk hal-hal yang bertujuan positif, harus benar-benar melihat situasi kepada siapa kita hendak mengeluarkan kata-kata tersebut. Atau memaknai kata “terserah” dengan menambahkan kata atau kalimat pemanis, sehingga lebih menimbulkan efek sopan dan tidak menimbulkan persepsi yang negative kepada si penanya. Apalagi ketika penggunaan kata tersebut untuk komunikasi formal dan juga komunikasi tidak langsung.

Jadi sebuah kata yang multi tafsir itu tergantung dari bagaimana kita menggunakanya, ketika frekuensi dan niat untuk mengucapkan kata itu dengan secara positif dan ditangkap pula secara positif, maka singkronisasi makna akan tercapai antara kedua belah pihak. Namun ketika masih manimbulkan friksi dalam pemahaman, sebaiknya di kombinasikan dengan kata atau kalimat yang lain agar penjelasannya dapat lebih menjurus ke tujuan makna.  
Jangan sampai kata “terserah’ hanya menjadi dominasi dan symbol dari sebuah pembicaraan antara pihak-pihak yang sedang dalam kondisi komunikasi tidak normal atau dalam artian sedang berselisih. Terimakasih (WD)

No comments:

Post a Comment