
“Ungkapan
sebuah kata yang multi tafsir” itulah hipotesis atau dugaan sementara terhadap
kata TERSERAH. Sebuah kata sederhana yang seringkali kita dengar, atau bahkan
sering kali kita adalah pengguna dari kata itu. Ketika kata “Terserah” menjadi
sebuah jawaban yang muncul terhadap sebuah pertanyaan, maka bagi si penanya sendiri
akan muncul berbagai persepsi yang bisa saja positif atau bahkan negative tergantung
dari sudut pandang melihatnya.
Gaya
bahasa dan intonasi komunikasi dalam pengucapan kata “terserah” juga memiliki andil
dalam memberikan makna kata itu. Bahkan sering terjadi salah pemahaman dalam
mengartikan makna kata tersebut sehingga mengakibatkan salah paham karena
kesalahan persepsi.
Kata
terserah yang di ucapkan dengan intonasi biasa atau normal, bisa saja bermakna
positif atau negatif, tergantung dari kalimat pertanyaanya atau pendukungnya,
misalnya saja anda sedang ditanya atau ditawari, “Anda mau makan apa ? kemudian
anda menjawab, “terserah saja “ pun dengan intonasi yang rendah. Ketika anda
menjawab dengan kata “Terserah saja” dari sudut pandang anda yang positif, bisa
jadi anda memang mempercayakan kepada si penanya mengenai makanan apa yang akan
diberikan kepada anda. Dan ketika makanan itu datang dan disediakan kepada
anda, maka anda tidak berhak untuk protes. Namun kondisi itu berlaku sekiranya
level sudut pandang antara si penanya dengan anda berada pada kondisi dan
konteks yang sama. Dan ketika sudut
pandang tidak pada level yang sama, maka kalimat “terserah saja” yang anda
ucapkan tadi akan bermakna sebuah ketidak pastian dan keragu-raguan serta
dirasakan tidak bermakna atensi atau perhatian sama sekali.
Dengan
memperhatikan level sudut pandang, seharusnya kita bisa menempatkan posisi,
intonasi serta kejelasan dalam menggunakan kata “terserah” sehingga pesan yang
terkandung dapat terkirim dan ditangkap dengan baik oleh lawan bicara.
Contoh
lain adalah, ketika kata “terserah” diucapkan karena anda dalam kondisi yang bingung
harus berucap apa. Misalnya kalimat sebuah pertanyaan, “ Hari libur ini, bagaimana
kalo kita pergi kepantai ?” dan ketika anda menjawab “terserah”, bisa jadi si penanya
akan merasa pertanyaanya tidak diperdulikan karena yang dikehendaki oleh si
penanya sebenarnya adalah sebuah opsi dan bukan sebuah jawaban yang
mengawang-awang. Padaha bagi anda sendiri mungkin saja pertanyaan itu sebenarnya
cocok dengan keinginan anda. Namun karena sebuah kebingungan yang bisa saja
ditimbulkan oleh adanya masalah lain sehingga membuat anda mengeluarkan sebuah
jawaban “Terserah” yang dinilai sebuah ketidak jelasan.
Contoh-contoh
diatas adalah sebuah ilustrasi kasus yang bisa saja sering terjadi dalam
kehidupan kita. Ketika kata “terserah” menjadi sebuah kata yang bisa memancing
analisa persepsi yang bermacam-macam.
Dalam
intonasi dan gaya bahasa yang mudah di pahami ketika kita berada dalam kondisi
komunikasi langsung dengan memperlihatkan gesture dan ekspresi wajah saja, kata
“terserah” masih bisa menimbulkan salah paham.
Bagaimana jika komunikasi itu terjadi tidak langsung, seperti melalui SMS,
email atau BBM. Sungguh ini akan menjadi kekeliruan dan salah paham yang fatal
ketika kata “terserah’ tidak benar-benar dipahami sebagai kata yang dapat
memberikan makna positif.
Lain
halnya ketika kata “terserah” di ucapkan kepada penanya yang memang keduanya sedang
dalam kondisi terjadi perselisihan. Misalnya, sebuah pertanyaan, “ Jadi maunya apa
…???” dan dijawab, “terserah…!!!. Kalimat jawaban itu tentu saja bermakna
sebuah kejengkelan, tidak perduli dan masa bodoh. Dan sudah bisa dipastikan
bahwa penggunaan kata “terserah” dalam komunikasi ini akan membuat emosi diri
menjadi muncul.
Tentunya
setiap kali kita mendengar dan mengunakan kata “terserah” untuk hal-hal yang
bertujuan positif, harus benar-benar melihat situasi kepada siapa kita hendak
mengeluarkan kata-kata tersebut. Atau memaknai kata “terserah” dengan
menambahkan kata atau kalimat pemanis, sehingga lebih menimbulkan efek sopan
dan tidak menimbulkan persepsi yang negative kepada si penanya. Apalagi ketika
penggunaan kata tersebut untuk komunikasi formal dan juga komunikasi tidak
langsung.
Jadi
sebuah kata yang multi tafsir itu tergantung dari bagaimana kita menggunakanya,
ketika frekuensi dan niat untuk mengucapkan kata itu dengan secara positif dan
ditangkap pula secara positif, maka singkronisasi makna akan tercapai antara
kedua belah pihak. Namun ketika masih manimbulkan friksi dalam pemahaman,
sebaiknya di kombinasikan dengan kata atau kalimat yang lain agar penjelasannya
dapat lebih menjurus ke tujuan makna.
Jangan
sampai kata “terserah’ hanya menjadi dominasi dan symbol dari sebuah
pembicaraan antara pihak-pihak yang sedang dalam kondisi komunikasi tidak
normal atau dalam artian sedang berselisih. Terimakasih (WD)
No comments:
Post a Comment