Monday 27 August 2012

KHILAF


 
Satu kata ini sering kita dengar sebagai sebuah ungkapan perasaan kebersalahan. Dalam bahasa Arab kata KHILAF ini berarti keliru atau salah. Memang rasanya kata khilaf sangat cocok untuk mewakili sebuah kesalahan atau keteledoran yang kita lakukan dan dengan hasrat untuk tidak mengulanginya lagi.


Sebuah kesalahan bisa langsung terdilusi kadar salahnya secara etika moral ketika di ungkapkan dengan pengakuan kata khilaf, apapun bentuk kesalahanya dan seberapa besar atau kecil kesalahanya. Namun kebermaknaak kata khilaf akan menjadi sebuah kebodohan arti jika para pengguna kalimat tersebut melakukan pengulangan kesalahan. Tak ada kalimat yang lebih pantas dan sopan untuk di ucapkan oleh seorang koruptor yang tertangkap tangan kecuali khilaf. Begitu juga kata khilaf sering kali di dengungkan bagi pelaku perselingkuhan yang ahirnya diketahui oleh pasangan resminya.

Kata Khilaf memang sangat manjur menghipnotis siapa saja yang mendengar atas sebuah pengakuan dosa. Dosa yang di perbuat karena ketidak tahuannya, ketidak sadarannya atau ketidak ingatan alias lupa. Tapi apapun bentuk sebuah dosa, jika sudah terucap kata khilaf sebagai bentuk penyesalan yang dalam atas perbuatanya, maka seyogya nya memiliki makna sebuah taubat yang secara islam disebut taubat nasuha. Taubat yang benar-benar ditujukan kepada Allah SWT semata-mata karena kesalahan yang benar-benar di luar kondisi control diri.  Taubat yang ikhlas, tulus ,suci murni, menyesali dengan benar-benar penyesalan terhadap kesalahan yang dilakukan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahan tersebut. 

Jika makna dalam dari Khilaf yang kemudian di ikuti oleh taubat nasuha, maka secercah cahaya hidup akan serasa kembali bersinar. Namun jika kata khilaf hanya ungkapan kata tanpa makna maka peluang terjadinya kesalahan yang sama akan terbuka lebar. Bagaikan melupakan sejenak kesalahan dan siap mengulanginya dimasa yang akan datang.

Kesadaran akan makna khilaf dan taubat sebenarnya sederhana. Ketika sebuah kesalahan yang pernah diperbuat itu terulang kembali, maka sudah dipastikan kata khilaf yang terucap pada kesalahan yang pertama merupakan kata tanpa makna. Pengucapan kata khilaf pun menjadi semacam manipulasi jiwa atas ketidak beranian bersungguh-sungguh dan meragukan kemampuan diri untuk tidak mengulangi kesalahanya lagi. Jika Kata khilaf yang terucap di bibir tidak di ikuti oleh sebuah prilaku penyesalan dalam jiwa, maka ketika kejadian yang sama terulang kembali, rasa nya kok tidak pantas jika kata khilaf terucap kembali di bibir, namun itu hanyalah statmen saya yang mencoba untuk menganalisa secara makna kalimat. Namun saya rasa pertimbangan Allah akan jauh lebih bijaksana katimbang saya ketika menilai seseorang melakukan kesalahan-kesalahan yang sama dan berulang-ulang namun terus menerus menyebutnya sebuah ke khilaf an.

Namun ketika kita masih diberikan kesempatan hidup oleh Yang Maha Esa, berarti kita masih diberikan kesempatan untuk mencerna Khilaf yang selama ini kita lakukan. Baik itu khilaf kecil maupun khilaf besar. Dan apapun bentuk khilaf itu, tentu saja kita dipersilahkan untuk merenung, akankah kita berbuat khilaf untuk yang kesekian kali terhadap kesalahan yang sama atau kesalahan yang berbeda. Dan akan kah kata khilaf itu menjadi bermakna atau tanpa makna ketika sebuah logika akal sehat kita mencerna nya. Trimakasih (WD)               

1 comment:

  1. Al-khilaf (perselisihan pendapat) di antara manusia adalah perkara yang sangat mungkin terjadi. Yang demikian karena kemampuan, pemahaman, wawasan dan keinginan mereka berbeda-beda. Namun perselisihan masih dalam batas wajar manakala muncul karena sebab yang masuk akal, yang bukan bersumber dari hawa nafsu atau fanatik buta dengan sebuah pendapat. Meski kita memaklumi kenyataan ini, namun (perlu diingat bahwa) perselisihan pada umumnya bisa menyeret kepada kejelekan dan perpecahan. Oleh karena itu, salah satu tujuan dari syariat Islam yang mudah ini adalah berusaha mempersatukan persepsi umat dan mencegah terjadinya perselisihan yang tercela. Tetapi, karena perselisihan merupakan realita yang tidak bisa dihindarkan dan merupakan tabiat manusia, Islam telah meletakkan kaidah-kaidah dalam menyikapi masalah yang diperselisihkan, berikut orang-orang yang berselisih, serta mencari cara yang tepat untuk bisa sampai kepada kebenaran yang seyogianya hal ini menjadi tujuan masing-masing pribadi. Para salaf (generasi awal) umat Islam telah terbukti sangat menjaga adab di saat khilaf, sehingga tidak menimbulkan perkara yang jelek, karena mereka selalu komitmen dengan adab-adab khilaf.
    (Kata pengantar Dr. Mani’ bin Hammad Al-Juhani terhadap kitab Adabul Khilaf hal. 5)

    ReplyDelete