Monday 22 October 2012

MALAS BERFIKIR


Kira-kira 10 tahun yang lalu, saya mengikuti sebuah seminar motivasi yang diadakan oleh konsultan SDM. Dalam seminar itu nara sumber memberikan sebuah pertanyaan sederhana kepada kami, dan pertanyaanya adalah, penyakit apa yang paling berbahaya didunia ini ?.

Dari pertanyaan tersebut, ada yang menjawab HIV, Cancer, Leukemia dan beberapa penyakit mematikan yang lain. Namun dari seluruh penyakit yang telah disebutkan tersebut ternyata bukan merupakan jawaban yang sesuai. Bahkan nara sumber mengatakan ada penyakit yang lebih berbahaya dari itu semua yaitu, MALAS dan yang lebih berbahaya lagi adalah MALAS BERFIKIR.


Jangankan malas berfikir, malas mandi saja sudah menjadi masalah bagi kita. Bagaimana mungkin bisa seseorang yang di anugrahi otak untuk berfikir tetapi malas untuk menggunakanya.

Malas berfikir dalam arti tidak menggunakan otaknya secara optimal untuk berfikir sebagaimana kodrat otak untuk berfikir.

Ketika kita masih balita dan mulai mengenal dunia sekitarnya, pertumbuhan sel-sel otak itu luar biasa cepatnya, sehingga pada saat itu kita akan selalu mencari tahu dan bertanya apa dan mengapa. Tak ada lelah untuk terus berusaha mencari tahu dan tidak ada kemalasan ketika itu. Sampai ahirnya kita tumbuh dewasa.

Namun seiring waktu, dalam proses menuju sebuah pencarian diri, akan banyak proses-proses yang mendegradasi keinginan kita untuk terus mencari tahu. Keinginan terus berfikir itu pada ahirnya akan banyak hambatan yang mempengaruhi kinerja otak. Baik itu hambatan secara fisik maupun secara psikologi dan emosional.

Ketika kemampuan untuk berfikir itu mulai redup, sebenarnya bukan karena fungsi otak yang redup. Tapi lebih karena kebiasaan kemalasan kita untuk mengoptimalkan kinerja otak. Dan jika kemalasan berfikir itu menjadi sebuah tradisi, maka bisa dipastikan setiap kali ada sebuah permasalahan yang kecil, pun akan dirasakan berat. Rasa berat yang ditimbulkan ini dikarenakan ketidak biasaan berfikir.

Sesuatu yang tidak biasa dilakukan memang akan terasa berat ketika kita harus melakukanya. Namun ketika keterbiasaan berfikir sudah menjadi kegiatan sehari-hari, maka setiap kali ada sebuah permasalahan yang harus dipecahkan, maka kebiasaan berfikir kita akan membuktikan kemampuanya.

Untuk hidup itu saja butuh berfikir, apalagi untuk hidup yang berkualitas, tentu membutuhkan ekstra berfikir. Ketika sebuah pesimisme merasuki pikiran dan otak karena takdirnya hanya sekedar hidup biasa dibandingkan hidup yang berkualitas, maka dorongan pesimisme itu menguat seiring dengan afirmasi diri bahwa “ya sudah, memang begitulah adanya hidupku”. Dan afirmasi itu akan menekan emosi dan kerja otak untuk berfikir ektra. Sehingga timbulah sebuah afirmasi baru “ ya sudah berfikir yang ringan-ringan saja lah”.

Kebiasaan berfikir yang ringan-ringan saja, tentu akan membuat fungsi otak tidak maksimal karena tidak pernah dipaksa untuk berfikir ektra. Apalagi ketika kata “malas mikir ah” menjadi closing statement ketika sebuah permasalahan yang agak berat hinggap dalam pikiranya.

Seperti banyak hal yang bisa dijadikan contoh sebuah keterbiasaan yang ahirnya menumbuhkan sebuah energy baru dalam diri untuk terus membiasakan dalam keterbiasaan.

Ketika kita setiap hari terbiasa membaca buku, maka akan ada sebuah perasaan yang agak janggal ketika sehari saja kita terlewat membaca buku. Namun ketika sebuah keterlewatan itu terjadi berulang-ulang, maka yang akan ganti mendominasi selanjutnya dan menjadi keterbiasaan adalah keterlewatan itu.

Sama halnya ketika kita terbiasaan sholat 5 waktu tanpa ada yang terlewat, ketika ada sekali atau dua kali yang terlewat, maka pada awalnya akan timbul rasa penyesalan dan bersalah. Namun ketika keterlewatan itu terjadi berulang-ulang, bahkan malah mendominasi, maka rasa penyesalan dan kebersalahan itu tidak akan dirasakanya dan timbul menjadi kebiasaan.

Untuk berfikir tidak hanya membutuhkan energy, tapi juga ilmu dan wawasan. Sehingga hasil dari pemikiran itu bisa menjadi kebermanfaatan. Berfikir tanpa ilmu dan wawasan, sama halnya memiliki otak tapi malas menggunakanya.

Kemalasan berfikir merupakan sebuah keniscayaan dalam penyakit. Sama halnya semua orang beranggapan memiliki otak tapi tidak pernah membuktikan dan melihat otaknya sendiri secara langsung. Malas berfikir adalah sebuah penyakit kronis yang berbahaya tidak hanya buat fisik tapi juga mental dan spiritual.
Sebuah kemalasan yang sebenarnya bisa di tanggulangi dengan cara merubah konsep malas menjadi melakukan dan memaksakan diri untuk melakukanya serta menjadikan nya sebuah kebiasaan. Dan ketika kebiasaan itu sudah tumbuh bertunas dalam diri, maka selanjutnya akan mudah untuk menjalankanya kebiasaan-kebiasaan lainya.

Memang tidak mudah untuk mulai menghilangkan kebiasaan malas berfikir, namun ketidak mudahan ini jangan dijadikan sebuah pembenaran untuk tidak memulainya. Berfikir itu mutlak dan penting untuk menjaga kebugaran otak dan memastikan otak masih tersimpan pada tempatnya. Terimakasih (WD)       

No comments:

Post a Comment