Sunday 22 April 2012

UANG ROKOK




Pak, ini ada uang rokok sedikit ya..”, kira-kira itulah kalimat yang sering kudengar, ketika seseorang minta pertolongan pada orang lain dan atas pertolongan tersebut maka diberikan uang jasa. Sudah umum rupanya di negri ini istilah-istilah perumpamaan untuk memberikan sesuatu yang kira-kira agak abu-abu sifatnya. Ku sebuat abu-abu sifatnya karena istilah uang rokok atau uang bensin dan segala istilah lainya itu merupakan bentuk imbalan yang tidak bisa ditakar dalam bentuk nilai atau nominal yang pasti dan sifatnya adalah antara wajib dan tidak wajib, jadi bahasa kasarnya, mau ngasih ya monggo dan kalo ga ngasih ya kebangetan…begitu kira-kira.



Ketika istilah “Uang Rokok” ini menjadi sebuah budaya di masyarakat, maka apakah budaya ini adalah budaya yang baik atau tidak. Karena ada beberapa konotasi uang rokok menjadi negative ketika peruntukanya adalah negative. Sebuah kenegativan yang seharusnya tidak menjadi pembenaran atas penggunaan istilah uang rokok. Ketika kita mengurus surat kehilangan di kantor aparat penegak hukum, maka tidak ada sebuah tarif yang mengharuskan kita untuk memberikan sesuatu berupa uang jasa kepada aparat penegak hukum, bahkan terkadang ada tertempel peraturan tertulis yang ditempel didinding-dinding ruangan bertuliskan “Pengurusan tidak dipungut biaya”. Namun apakah kenyataan begitu, terkadang justru kita yang memberikan reaksi terhadap kinerja mereka dengan menyelipkan dilaci mereka berupa uang rokok atau uang jasa. Tidak hanya itu, terkadang juga ada juga oknum aparat yang sengaja memberikan respon dengan mengatakan “tolong dibantu uang administrasinya…sukarela saja “. Sebuah budaya ewoh pekewoh dalam hal bantu membantu atau menghargai bentuk jasa seseorang memang masih tertanam, bagaimanapun bentuknya dan sesopan apapun kalimatnya, maka akan berujung kepada nominal uang jasa.

Jika budaya uang rokok ini, yang secara jumlah mungkin senilai dengan harga sebungkus rokok akan menjadi kewajaran untuk sebuah bentuk balas jasa sebuah kinerja yang tidak begitu besar, namun jika nominal senilai sebungkus rokok tersebut menjadi nilai satu karung rokok atau bahkan satu kontainer rokok, maka apakah tetap saja bisa disebut sebagai uang rokok..? bahkan calakanya uang rokok itu terkadang diberikan kepada orang yang tidak merokok.

Tak ada yang salah dengan istilah uang rokok tersebut, yang salah adalah jika istilah tersebut diselewengkan penggunaanya, bahkan dinegri ini banyak sekali istilah perumpamaan yang berkonotasi sebagai uang kecebelece tersebut, misalnya saja istilah Apel Malang ( rupiah) atau Apel Washington ( Dolar), uang lelah, uang bensin, uang kopi, dan lain-lain sebagai bentuk tradisi kesopanan dalam memberikan istilah. Dan tidak ada orang yang terang-terangan mengatakan Pak ini ada sedikit uang suap nya, tolong diterima dengan iklas”.

Namanya saja uang rokok, tentu untuk membeli rokok. Jikalau kadar pemberianya jauh melebihi harga sebungkus rokok, tentu namanya bukan uang rokok lagi, bisa saja uang beli mobil atau uang beli rumah dan lain-lain. Terkadang sebuah kesederhanaan dalam memberikan istilahpun menjadi sebuah kemunafikan. Ketika seseorang meminta uang rokok dan diberikan uang senilai dengan sebungkus rokok, maka yang terjadi adalah sebuah kesalahpahaman, karena istilahnya saja uang rokok, namun jumlah yang diminta ternyata jauh melebihi harga sebungkus rokok.  Namun kesalahpahaman tersebut jarang terjadi karena memang para pelaku didunia uang rokok sudah saling memahami.

Jika budaya ini merajalela dan memang sudah merajalela saat ini, maka tentu ini tidak bisa diartikan bahwa budaya ini adalah budaya kerendahan hati dan kesederhanaan karena menggunakan istilah sesederhana itu atau seharga sebungkus rokok, karena kerendahan hati tidak mengandung makna kamuflase. Namun seharusnya makna tersebut dikembalikan kemakna asalnya yang sebenarnya sebagai imbalan atas bantuang kecil, yang sekiranya tidak diberikan imbalan pun tidak apa-apa dan tidak akan merepotkan pihak yang telah membantu. Intinya adalah sebuah keiklasan dalam membantu tanpa mengharap apapun, dan cukup dibalas dengan rasa terima kasih yang iklas.

Membantu seseorang atas hal-hal kecil secara iklas tanpa imbalan apapun merupakan resep sehat bagi psikologi kita. Sebuah ketentraman jiwa karena dapat membantu orang lain dengan perasaan iklas. Justru jika membantu orang lain tapi berharap sesuatu dan tidak iklas jika tidak diberikan imbalan, maka itu penyakit hati yang kronis dan akan mengotori jiwa kita.
Jadi jika istilah uang rokok diberikan kepada kita atas sesuatu yang telah kita berikan berupa bantuan sederhana secara iklas, maka tergantung dari niat pribadi kita untuk menerima atau menolak pemberian tersebut atas pertimbangan keiklasan pihak yang memberi dan dalam tingkat kewajaran, kenormalan dan harga diri. Trimakasih (WINDTRA)   

No comments:

Post a Comment