“ Pak,
ini ada uang rokok sedikit ya..”,
kira-kira itulah kalimat yang sering kudengar, ketika seseorang minta
pertolongan pada orang lain dan atas pertolongan tersebut maka diberikan uang
jasa. Sudah umum rupanya di negri ini istilah-istilah perumpamaan untuk
memberikan sesuatu yang kira-kira agak abu-abu sifatnya. Ku sebuat abu-abu
sifatnya karena istilah uang rokok atau uang bensin dan segala istilah lainya
itu merupakan bentuk imbalan yang tidak bisa ditakar dalam bentuk nilai atau
nominal yang pasti dan sifatnya adalah antara wajib dan tidak wajib, jadi bahasa
kasarnya, mau ngasih ya monggo dan kalo ga ngasih ya kebangetan…begitu
kira-kira.
Ketika
istilah “Uang Rokok” ini menjadi sebuah budaya di masyarakat, maka apakah
budaya ini adalah budaya yang baik atau tidak. Karena ada beberapa konotasi
uang rokok menjadi negative ketika peruntukanya adalah negative. Sebuah kenegativan
yang seharusnya tidak menjadi pembenaran atas penggunaan istilah uang rokok. Ketika
kita mengurus surat kehilangan di kantor aparat penegak hukum, maka tidak ada
sebuah tarif yang mengharuskan kita untuk memberikan sesuatu berupa uang jasa
kepada aparat penegak hukum, bahkan terkadang ada tertempel peraturan tertulis
yang ditempel didinding-dinding ruangan bertuliskan “Pengurusan tidak dipungut
biaya”. Namun apakah kenyataan begitu, terkadang justru kita yang memberikan
reaksi terhadap kinerja mereka dengan menyelipkan dilaci mereka berupa uang
rokok atau uang jasa. Tidak hanya itu, terkadang juga ada juga oknum aparat
yang sengaja memberikan respon dengan mengatakan “tolong dibantu uang
administrasinya…sukarela saja “. Sebuah budaya ewoh pekewoh dalam hal
bantu membantu atau menghargai bentuk jasa seseorang memang masih tertanam,
bagaimanapun bentuknya dan sesopan apapun kalimatnya, maka akan berujung kepada
nominal uang jasa.
Jika
budaya uang rokok ini, yang secara jumlah mungkin senilai dengan harga sebungkus
rokok akan menjadi kewajaran untuk sebuah bentuk balas jasa sebuah kinerja yang
tidak begitu besar, namun jika nominal senilai sebungkus rokok tersebut menjadi
nilai satu karung rokok atau bahkan satu kontainer rokok, maka apakah tetap
saja bisa disebut sebagai uang rokok..? bahkan calakanya uang rokok itu
terkadang diberikan kepada orang yang tidak merokok.
Tak
ada yang salah dengan istilah uang rokok tersebut, yang salah adalah jika
istilah tersebut diselewengkan penggunaanya, bahkan dinegri ini banyak sekali
istilah perumpamaan yang berkonotasi sebagai uang kecebelece tersebut, misalnya
saja istilah Apel Malang ( rupiah) atau Apel Washington ( Dolar), uang lelah,
uang bensin, uang kopi, dan lain-lain sebagai bentuk tradisi kesopanan dalam
memberikan istilah. Dan tidak ada orang yang terang-terangan mengatakan “ Pak
ini ada sedikit uang suap nya, tolong diterima dengan iklas”.
Namanya
saja uang rokok, tentu untuk membeli rokok. Jikalau kadar pemberianya jauh
melebihi harga sebungkus rokok, tentu namanya bukan uang rokok lagi, bisa saja
uang beli mobil atau uang beli rumah dan lain-lain. Terkadang sebuah
kesederhanaan dalam memberikan istilahpun menjadi sebuah kemunafikan. Ketika seseorang
meminta uang rokok dan diberikan uang senilai dengan sebungkus rokok, maka yang
terjadi adalah sebuah kesalahpahaman, karena istilahnya saja uang rokok, namun
jumlah yang diminta ternyata jauh melebihi harga sebungkus rokok. Namun kesalahpahaman tersebut jarang terjadi
karena memang para pelaku didunia uang rokok sudah saling memahami.
Jika
budaya ini merajalela dan memang sudah merajalela saat ini, maka tentu ini tidak
bisa diartikan bahwa budaya ini adalah budaya kerendahan hati dan kesederhanaan
karena menggunakan istilah sesederhana itu atau seharga sebungkus rokok, karena
kerendahan hati tidak mengandung makna kamuflase. Namun seharusnya makna
tersebut dikembalikan kemakna asalnya yang sebenarnya sebagai imbalan atas
bantuang kecil, yang sekiranya tidak diberikan imbalan pun tidak apa-apa dan tidak
akan merepotkan pihak yang telah membantu. Intinya adalah sebuah keiklasan
dalam membantu tanpa mengharap apapun, dan cukup dibalas dengan rasa terima
kasih yang iklas.
Membantu
seseorang atas hal-hal kecil secara iklas tanpa imbalan apapun merupakan resep
sehat bagi psikologi kita. Sebuah ketentraman jiwa karena dapat membantu orang
lain dengan perasaan iklas. Justru jika membantu orang lain tapi berharap
sesuatu dan tidak iklas jika tidak diberikan imbalan, maka itu penyakit hati yang
kronis dan akan mengotori jiwa kita.
Jadi
jika istilah uang rokok diberikan kepada kita atas sesuatu yang telah kita
berikan berupa bantuan sederhana secara iklas, maka tergantung dari niat
pribadi kita untuk menerima atau menolak pemberian tersebut atas pertimbangan
keiklasan pihak yang memberi dan dalam tingkat kewajaran, kenormalan dan harga
diri. Trimakasih (WINDTRA)
No comments:
Post a Comment