Pada
tanggal 1 mai merupakan hari buruh sedunia yang biasa di sebut MAY DAY. Peringatan
MAY DAY ini untuk memperingati atau merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para
buruh. Namun apakah perayaan-perayaan yang selama ini di negri kita selalu
dilakukan sejak tahun 2009 merupakan ekspresi sebuah keberhasilan yang dicapai
oleh serikat buruh di Indonesia. Nyatanya bukan sebuah ekspresi keberhasilan,
buruh tetap menuntut bermacam-macam hak mereka yang memang masih banyak yang
diabaikan oleh perusahaan. Jika melihat perkembangan nasip para buruh di Indonesia
terkadang memang memprihatinkan. Keadaan ini tak lepas dari peran pemerintah
dan DPR dalam merumuskan undang-undang ketenagakerjaan. Dan yang terjadi memang
pemerintah dan DPR belum atau tidak berpihak kepada nasip para buruh.
Negri
ini memang pasar yang sangat potensial untuk didirikanya bermacam-macam industri
dan perusahaan dari dalam dan luar negri. Selain tingkat konsumsi masarakat
yang tinggi, juga tingkat upah buruh yang masih rendah, sehingga biaya produksi
dari perusahaan dapat ditekan. Tingkat upah yang rendah dari para buruh ini
menjadi daya tarik para investor dalam dan luar negri untuk mendirikan berbagai
industri. Tingkat upah yang rendah ini pula yang menjadi bargaining power dari
para investor, mengingat negri ini memiliki banyak sekali pengangguran baru
setiap tahunya, sehingga dengan kata lain “dari
pada nganggur mendingan kerja dengan gaji seadanya”. Jika prinsip “daripada nganggur lebih baik kerja dengan
gaji seadanya” ini terus menerus menjadi acuan bagi para pencari kerja,
maka sudah pasti akan terjadi peringatan MAY DAY yang tidak semata memperingati
atau merayakan hari buruh, namun akan berlanjut dengan berbagai
tuntutan-tuntutan kesejahteraan oleh kaum buruh. Dan sudah dapat dipastikan
pihak-pihak yang melakukan aksi turun kejalan itu di dominasi oleh kaum buruh
yang masih belum atau jauh dari tingkat kesejahteraanya.
Jika
dibandingkan dengan Negara-negara tetangga terdekat kita, maka memang negri ini
sangat ketinggalan dalam hal kesejahteraan para buruh nya. Sebut saja di Singapore,
Malaysia atau Brunei Darussalam, mereka berhasil mensejahterakan para buruhnya
jauh diatas kesejahteraan buruh di negri ini. Bahkan banyak para TKI, justru
ikut mengais rizki di negri tersebut karena tingkat upah yang jauh di banding
dinegri ini. Berdasarkan pengalaman beberapa kali berkunjung ke negri tetangga
dan melihat kondisi TKI yang bekerja sebagai buruh, pelayan restaurant dan
pembantu rumah tangga di negri tetangga. Maka asumsi saya mengatakan bahwa para
TKI tersebut memang terpaksa bekerja di luar negri karena ketidakmampuan
pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja. Dari sisi penghasilan, anggap saja
seorang waiters di sebuah restaurant memiliki penghasilan 2,5jt sd 3jt / bulan
dengan pengalaman kerja nol dan ijasah SMP atau SMA. Seorang asisten rumah
tangga dengan non ijasah ataupun SMP memiliki penghasilan 1,5jt s/d 2 jt /bulan.
Memang tidak begitu besar penghasilan mereka, namun pendapatan sebanyak itu
tidak akan mereka dapatkan di negri ini. Bayangkan saja standar gaji seorang
Sarjana yang baru lulus atau fresh graduate hanya 1,7 s/d 2 jt/bulan yang lebih
rendah dari gaji seorang waiter hamper sama dengan gaji asisten rumah tangga di
luar negri. Seorang sarjana fresh graduate di negri tetangga bisa mandapatkan
standar gaji 8jt s/d 10jt atau bahkan lebih. Sehingga para buruh dinegri
tetangga lebih memilih untuk tetap bekerja daripada harus turun kejalan, ber
demonstrasi untuk menuntut kesejahteraan.
Apa
yang salah dengan buruh di negri ini, sehingga untuk menuntut hak saja harus
melakukan aksi-aksi demontrasi turun kejalan, bahkan harus bentrok dengan
aparat. Memang serba salah menjadi pemerintah, dilain sisi keberhasilan seorang
pemimpin adalah manakala melihat rakyat dan buruhnya sejahtera. Namun berbagai
kepentingan politik dan kepentingan bisnis pun juga harus di akomodasi. Dan berbagai
kepentingan tersebut terus menyandera pemimpin nengri ini sehingga susah untuk
melakukan berbagai perubahan yang signifikan bagi terciptanya kesejahteraan
kaum buruh.
Terkadang
memang tak bisa dipungkiri, banyak para pencari kerja di negri ini yang tidak
memiliki kemampuan yang memadai meskipun mereka para sarjana. Jadi ketika
mereka bekerjapun kualitasnya juga sangat standard dan apa adanya. Kondisi ini
tentu sangat merugikan perusahaan yang mempekerjakan mereka, tapi mereka menuntut upah yang tinggi
dan kesejahteraan lainya. Dinamika ini sering terjadi di perusahaan-perusahaan
yang memiliki karyawan atau buruh semacam itu, dengan produktifitas standar
tapi menuntut upah yang tinggi.
Jika
tingkat kemampuan seseorang dalam bekerja atau berusaha itu tinggi, maka sudah
dapat dipastikan tingkat produktifitas dalam bekerja juga tinggi dan garis lurus
dari kesejahteraanya akan mengikuti seiring dengan kemampuanya. Jadi jangan
berharap perusahaan akan menggaji dengan tinggi jika karyawan tidak
meningkatkan kinerja dan produktifitasnya. Standar sebuah kesejahteraan setiap
orang memang bervariasi tergantung dari tingkat kebutuhanya akan makna sebuah
kesejahteraan. Ada kalanya orang cukup sejahtera dengan kesederhanaan, namun
denga kekayaan melimpah pun orang masih ada yang merasa belum sejahtera
hidupnya.
Ketika
akal bekerja, maka semua peluang untuk menuju sejahtera akan terbuka. Akal bekerja
tanpa batas, ketika kita bekerja diperusahaan yang membatasi tingkat
penghasilan atau tingkat kesejahteraan, maka akal mampu untuk memberikan
peluang kesejahteraan di berbagai tempat usaha yang lain. Jadi jika sebuah
perusahaan tidak mampu untuk mensejahterakan buruh nya karena sebuah keterbatasan,
maka kesejahteraan itu dapat kita temukan diberbagai peluang yang telah akal
berikan kepada kita, maka berusahalah.
Buruh
merupakan semua komponen masarakat yang bekerja di sebuah instansi pemerintah
maupun suasta, pabrik dan komponen non formal lainya. Maka ketika kebersamaan
dalam menuntut hak secara ekonomi tidak di akomodai oleh pihak terkait atau
pemerintah maka sebuah kekawatiran dapat saja terjadi seperti kejadian awal-awal
terjadinya rentetan pemogokan buruh karena perkembangan kapitalis barat. Semakin
ramai dan banyak jumlah para buruh yang turun kejalan saat peringatan MAY DAY
berlangsung sebenarnya mengisaratkan semakin rendahnya tingkat kesejahteraan
buruh di sebuah negri. Trimakasih (WINDTRA)
No comments:
Post a Comment