
Ilmu menulis memang diajarkan disaat
pertama kali kita mengenyam bangku sekolah, secara sederhananya adalah menulis
abjad dan seterusnya sehingga dari abjad-abjad tersebut tersusunlah sebuah
kata. Dari sebuah kata kemudian dikembangkan kata demi kata menjadi paragraph dan
begitulah seterusnya sehingga menjadi sebuah bacaan dan artikel. Berarti tak
bisa dipungkiri, jika semua orang yang pernah mengenyam bangku sekolah berarti
bisa menulis. Kemudian di bangku sekolah pula kita mendapatkan pelajaran
mengarang yang merupakan salah satu kurikulum pelajaran bahasa Indonesia. Tujuanya
adalah untuk memperlancar kita dalam menulis dan menyusun kata-kata.
Tak hanya itu, mengarang juga diperlukan sebuah imaginasi
dimana kita mengcurahkan imaginasi kita kedalam bentuk kata-kata dan tulisan. Mungkin
agak berbeda jika yang kita tulis merupakan sebuah karya ilmiah atau artikel
surat kabar yang semua isinya harus berdasarkan fakta, data dan penelitian,
tetapi tetap memiliki kesamaan dalam tata cara pengolahan kata demi kata untuk mempermudah
penyampaian pesan yang diharapkan. Dalam
konteks ini dominasi yang saya fokuskan adalah menulis atau membuat
coret-coretan dalam versi saya.
Sebuah imaginasi tidak muncul begitu saja
jika kita tidak memiliki berbagai referensi dalam berbagai bentuk, bisa referensi
itu berasal dari buku bacaan, buku cerita, sinetron, film dan lain-lain bahkan
dari kisah-kisah hidup kita atau kisah hidup orang lain. Dari berbagai
referensi itu maka kita dapat membayangkan barbagai kisah yang beragam sehingga
akan tertanam dalam memori otak kita sebagai bahan untuk menyusun sebuah imaginasi.
Dalam berimaginasipun dibutukan imaginasi yang kreatif jika ingin mendapatkan
hasil sebuah tulisan yang kreatif bahkan dibutukan imaginasi yang out of the
box.
Adakalanya sebuah imaginasi muncul tatkala
terpancing dari sebuah inspirasi yang ada dibenak yang ahirnya menjalar dan membentuk
sebuah gagasan yang ahirnya terciptalah sebuah karya, atau mungkin juga
sebaliknya sebuah imaginasi muncul tatkala dipancing dengan adanya sebuah
inspirasi. Bayangkan saja saat kita menonton sebuah film yang terkadang alur
ceritanya benar-benar diluar konteks pemikiran kita atau tidak terduga sama
sekali oleh akal kita, atau saat kita membaca cerita dan kisah-kisah di
pewayangan, maka itulah sebuah karya yang berawal dari sebuah imaginasi.
Semakin tinggi frekuensi kita berimaginasi,
maka sebenarnya semakin tinggi pula kemungkinan kita untuk merealisasikan
imaginasi tersebut kedalam sebuah tulisan. Dan dalam meralisasikan dalam
tulisan pun kita membutuhkan sebuah seni dalam mengolah kata demi kata, sehingga
sebuah imaginasi itu mampu untuk mendobrak sisi emosional dari para pembaca. Sedangkan
sisi spiritual tetap dibutuhkan sebagai penyeimbang content jikalau kita masih
ingin tetap disebut sebagai manusia ciptaan Tuhan.
Sebuah inspirasi dapat serta merta muncul
disaat yang tak terduga bahkan terkadang sama sekali tidak muncul disaat yang
dibutuhkan. Apakah seperti itu kondisinya…? Menurut subyektifitas dan
berdasarkan pengalaman saya, memang sebuah inspirasi itu bisa muncul kapan saja
dan dimana saja dan bisa hilang begitu saja, tergantung dari kondisi emosional
dan psikologi kita. Pada saat mood kita lagi jelek, jangankan menulis, menghayalpun
terkadang kacau dan ngawur, sesuai dengan isi hati kita pada saat itu. Namun kengawuran
itupun sebenarnya bisa menjadi sebuah inspirasi meskipun hasilnya juga ngawur.
Dalam kondisi kita lagi malas pun
mempengaruhi produktifitas dalam berimaginasi untuk dituangkan dalam sebuah
karya. Jadi tidak ada kata lain selain tetap ngotot dan maksain nulis, meskipun
hasilnya juga apa adanya. Dan memang coretan ini saya tulis diantara tenggang waktu,
dimana tidak ada aktifitas saya untuk mencoret-coret setelah coret-coretan saya
yang terahir kira-kira mapir 3 minggu. Bukan
tidak ada inspirasi yang masuk ataupun lupa untuk berhayal, tapi lebih kepada
sifat yang agak berpura-pura lupa untuk mencatat di kertas atau di handphone
dari setiap inspirasi yang muncul, sehingga
dari kepura-puraan menjadi lupa tersebut ahirnya menjadi lupa beneran. Dan ahirnya
pada saat mau merealisasikan coretan-coretan tersebut, walhasil susah sekali
mengingat inspirasi-inspirasi yang sudah pernah bersliweran di otak, maklum
mungkin karena kesibukan (…..hmmm bilang aja sudah tuwir) .
Tapi apapun bentukanya, ini merupakan
expresi saya, dan bentuk protes saya
terhadap saya sendiri atas beberapa inspirasi saya yang hilang. Hilang lenyap
sih tidak, namun hanya butuh ruang sejenak untuk kembali mengingat dan melacak
inspirasi yang hilang tersebut. Intinya mengingatkan
saya untuk tidak bermain-main dengan inspirasi. Pernah suatu ketika inspirasi bagus muncul di
benak disaat yang kurang tepat dimana saya sedang berkendaraan dan tidak sempat
membuat catatan, dan ahirnya inspirasi itu hilang pada saat saya sampai ditempat
tujuan. Pertanyaanya, sesingkat itukah
memori saya…? Jangan dijawab yah.
Namun jika saya berhasil mengingat sebuah
inspirasi, maka membuat coretan itu mudah, bahkan semudah ketika pak polisi mengetik dan membuat
surat laporan kehilangan KTP. Semua tercurah dengan enteng, yakin dan pasti
meski sedikit ada rekayasa. Cukup dengan menemukan judulnya saja maka jari-jari
ini secara singkron dengan otak bekerja dan berhayal bersamaan. Dan itulah cara
membuat coret-coretan versi saya yang saya yakini semua orang sangat bisa
melakukanya.
Jika menghayal saja bisa, berarti
menuangkan hayalan dalam kertas pun harusnya bisa, apalagi saat sekolah dasar
sudah mendapatkan pelajaran mengarang, maka sebuah kombinasi yang mantap antara
menghayal atau berimaginasi, mengarang lalu menulis, dan apapun nanti hasilnya …ya
itulah realisasi sebuah hayalan. Dan yang perlu di ingat bahwa banyak karya dan
fakta serta kisah yang sekarang menjadi nyata karena berawal dari sebuah
imaginasi kreatif. Tak perlu mencari
alasan karena bukan seorang penulis atau membatasi diri dengan alasan
kehilangan inspirasi seperti saya.
Namun
jikalau tetap saja ada yang tidak bisa, mungkin boleh bertanya kepada pak
Polisi yang biasa mengetik surat laporan kehilangan KTP. Trimakasih (WD)
No comments:
Post a Comment