Friday 28 October 2011

J I M A T






Dengan penuh percaya diri, aku merantau ke kota untuk menuntut ilmu. Pesan dari orang tuaku, jaga diri baik-baik dan serius dalam menuntut ilmu. Itulah kira-kira kisah beberapa tahun yang lalu ketika aku hendak merantau ke tanah sebrang untuk menuntut ilmu. Layaknya seperti dongeng-dongen jaman dulu tak lupa orang tuaku memberi petuah yang bermacam-macam dan tak lupa juga doa. Tapi yang membuatku agak enggan menerima keadaanku adalah ketika orang tuaku menitipkan sesuatu berupa sebuah benda yang harus kujaga.” Ini untuk jaga-jaga, namanya juga dikota, banyak pencoleng (orang jahat)” itulah kira-kira pesan yang tersirat untuk ku jalankan.



Memang tak bisa kupungkiri, waktu itu aku sangat anti dengan hal-hal yang berbau mistis, tapi demi menyenangkan orang tua, maka kubawa serta benda itu yang sebut saja sebuah JIMAT. Sejarah aku mendapatkan JIMAT itupun cukup melalui proses yang aneh-aneh dan unik. Dimana aku harus datang kesebuah tempat atau rumah seorang sesepuh pada malam hari. Berbagai ritual kujalani, dari mulai mandi kembang tengah malam sampai aku harus telanjang dan hanya mengenakan selembar kain putih laksanan kain kafan. Setelah itu aku harus berbaring dengan balutan kain kafan dan seseorang yang waktu itu kusebut saja dengan sebutan Mbah tengah membacakan mantera atau doa yang tentu saja tak kumengerti karena menggunakan bahasa jawa yang sangat halus yang di kombinasikan dengan bahasa arab. “Pasrah sajalah” batinku waktu itu. Hingga ritual itupun selesai dan aku telah lulus dalam proses, sebut saja di “RUWAT”.
Aku benar-benar tidak memahami maksud dan tujuan proses itu, sekali lagi karena demi menyenangkan orang tua. Hingga ahirnya sebuah JIMAT berhasil kuperoleh dari proses itu. Jimat itu harus kubawa kemana saja kecuali saat mandi, buang air, dan melayat,….ndak taulah maksudnya apa. Tapi lama-lama bosan juga aku dengan prilaku seperti itu, lagian juga aku ndak percaya yang gitu-gituan. Ahirnya Jimat itupun hilang entah kmana karena keteledoranku dalam merawatnya.

Terkadang sebuah mitos ataupun klenik, memang tak bisa benar-benar kita tinggalkan, begitu juga dengan keberadaan energy-energi yang hidup disekeliling kita yang tak nampak dengan kasat mata. Bagi yang percaya mungkin sebuah jimat akan memiliki manfaat yang besar, tapi bagi yang tidak mempercayainya..ya sia-sia saja. Pada mulanya memang begitulah analisa pemikiranku yang selalu menggunakan logika. Namun seiring dengan waktu dan berbagai referensi dari yang pernah kudapatkan, maka kusimpulkan bahwa klenik itu memang ada, namun tetap kugunakan sebuah analisa logika dengan keilmuan metafisika. Dalam ilmu fisika energy itu tidak pernah mati, dia hanya berubah bentuk. Begitu juga dengan manusia dan mahluk hidup yang lain. Badan atau fisik memang mati dan hancur, tetapi energinya tetap ada. Begitu juga dengan kondisi alam ini dengan berbagai dimensi kehidupan selain kehidupan manusia itu ku percayai ada. Dan dia berada pada gelombang frekuensi yang berbeda dengan manusia. Namun terkadang penghuni masing-masing gelombang suka usil untuk masuk dan mengusik ketenangan gelombang frekuensi yang lain, sehingga timbulah pergesekan energy yang nampak seperti fenomena penampakan dan lain-lain.

Namun bagiku itu semua bukanlah sesuatu yang menakutkan, karena Tuhan lah yang menciptakan keberadaan energy-energi tersebut. Memang kelihatanya jika kita memandang itu semua dari sudut mistik dan ghaib, maka yang muncul adalah sesuatu yang menyeramkan. Tapi jika kita melihat dari sudut analisa logika dan metafisika, maka sesuatu yang ghaib bisa dijabarkan dalam sebuah teori yang tidak menyeramkan bahkan menarik untuk dipelajari.

Sama halnya dengan para magician yang melakukan atraksi super heboh dan diluar nalar manusia. Ada yang bilang itu berkat bantuan jin, setan dan lain-lain. Apapun analisa orang terhadap pertunjukan itu, ya namanya juga analisa awam yang tidak menguasai bidang keilmuanya. Wajar saja kalo komentar apapun. Tapi bagiku  semua yang dilakukan oleh magician ataupun pesulap itu tak lain adalah sebuah ilusi, meski pertunjukanya diluar nalar sekalipun, tetap saja itu ilusi atau teknologi tingkat tinggi. Tak ada bantuan klenik, jin, roh dan lain-lain apalagi pake Jimat segala. Kalopun ada mantra-mantra khusus yang harus di ucapkan itu hanya sekedar pemanis pertunjukan, misalnya “Sim salabim jadi apa prok prok prok……”. Tapi biarlah namanya juga sebuah pertunjukan yang sifatnya menghibur.

Jika jamanku dulu jimat itu berupa tulisan atau rajah dalam bahasa arap yang kusebut arab gundul karena tidak ada penambahan asesoris pada huruf-hurufnya, kemudian dibungkus pakai kain putih lalu dipasang pada ikat pinggang, disimpan di dompet dan lain-lain. Fungsinya ada yang bilang untuk pengasihan, penambahan aura, atau supaya orang segan pada kita bahkan ada juga supaya orang tidak berbuat jahat kepada kita.
Tapi sadarkah seseorang yang biasa menggunakan barang-barang seperti itu, dengan segala keyakinanya akan membuat mereka lebih percaya diri dan lebih berani. Dan bagaimana jika mereka yang sudah terbiasa dengan benda seperti itu yang dianggapnya mampu untuk meningkatkan percaya diri dan keberanian, suatu saat harus kehilangan benda-benda keramat tersebut. Pasti dirasakan ada sesuatu yang hilang dan turun pula tingkat kepercayaan dirinya. Sama halnya ada orang yang sudah terbiasa membawa senjata tajam/badik/belati dan sejenisnya kemanapun mereka pergi, dan suatu saat benda itu tertinggal dirumah. Pasti ada yang dirasakan kurang dan merasa penurunan tingkat kepercayaan diri dan tingkat keberanianya.  Ya begitulah jika orang sudah merasa tergantung dengan sebuah benda yang dianggapnya sangat membantu kepercayaan dirinya.

Begitu juga denganku, aku memang tidak suka dengan jimat, karena menurutku sesuatu diluar logika. Namun dulu dari jaman SMA sampai kuliah, aku selalu membawa senjata. Senjata yang kupilih memang bukan senjata tajam karena takut terkena razia senjata tajam, namun senjataku ini lumayan berbahaya, yaitu double stick…lumayan lah untuk jaga diri, terinspirasi Bruce Lee. Dan yang kurasakan ketika benda itu tidak kubawa, maka rasanya nyalipun jadi ciut. Tapi begitu benda itu kubawa, rasanya tidak takut sama siapapun yang berniat jahat. Namun jujur yang kurasakan ketika membawa benda-benda semacam itu, ada semacam aura negative yang menyelubungiku, hawanya panas sehingga maunya berantem melulu dan mudah terpancing emosi ketika melihat orang lain sedikit usil, mungkin karena waktu itu sisi emosional belum stabil ditambah dengan gaya-gaya an. Namun seiring dengan waktu, kutinggalkan semuanya setelah kusadari bahwa senjata terampuh yang kumiliki adalah prilaku.

Memang tak bisa dipungkiri, kebutuhan seseorang terhadap sesuatu benda dapat membuat nya ketagihan yang berlebihan, namun jika ketergantungan itu masih dalam batas kewajaran logika dan kebutuhan seperti halnya kebutuhan akan makan, minum dan lain-lain, maka normalah itu. Asal jangan ketergantungan terhadap sesuatu yang dianggap klenik diyakini mampu untuk menjaga diri kita dari gangguan dari luar atau apapun. Jika kita menjaga prilaku secara baik kepada siapapun, maka secara otomatis, kita menebarkan aura positif disekitar kita. Aura positif itulah yang akan menjaga kita setiap saat, setiap waktu, sampai kapanpun sepanjang prilaku kita tetap terjaga kebaikanya. Trimakasih (WINDTRA)  

2 comments:

  1. waah...mantap bro..jadi memang begitu yah cara menanngapinya. perilaku adalah kunci.

    ReplyDelete
  2. Setuju mas Bro...
    Memang betul benda2 tersebut ada manfaatnya. Itupun jikalau pandai dan bisa memanfaatkannya. Contohnya mbah saya dulu, bila cucunya ataupun siapa saja yang tersengat kalajengking, maka mbah saya langsung ambil keris. Lalu ujung lancipnya langsung ditempelkan menusuk di bekas sengatan kalajengking tersebut. Kontan, rasa nyut...nyut...nyut.. langsung hilang dan tidak ada rasa sakit lagi. So... bagaimanapun juga, alam sekitar kita adalah pelengkap kehidupan manusia. Bahasa kerennya ekosistem. Saling membutuhkan dan lain sebagainya.

    ReplyDelete