Monday 25 July 2011

SATU DITAMBAH SATU, HANYA TUHANLAH YANG TAHU, BAG TIGA




Hayalanku tentang sebuah kehidupan, dunia, dan agama terkadang memang agak nyeleneh, itu kulalui saat dimana aku benar-benar menjalani sebuah kegamangan dalam memandang perspektif hidup, dunia dan agama yang ku rangkai dalam satu kerangka besar. Kejadian demi kejadian secara tak sengaja menuntunku untuk mencari tahu jawaban dari semua pertanyaan yang selama ini menjadi sumber kegamanganku.



Sebuah hidup yang kujalani, memang bukan semata-mata hanya untuk memadati muka bumi ini. Aku menyadari tak ada orang yang diciptakan di bumi ini yang sama persis dengan ku, berarti memang aku ini unik, meski aku sendiri binggung dengan keunikanku sendiri. Yang hanya kusadari adalah aku diciptakan beda, karena memang Tuhan menciptakan tiap-tiap manusia itu tidak ada yang sama. Ketidaksamaan inilah yang mesti kita sukuri, berarti memang Tuhan punya maksud dan tujuan tersendiri mengapa menciptakan manusia itu tidak ada yang sama. Tujuan dan maksud inilah yang harus kita sadari, betapa pentingya nilai ke unikan kita itu dimata Tuhan.

Tuhan pasti menciptakan kita dengan maksud baik adanya. Tapi Tuhan pun memberikan kebebasan kepada tiap-tiap manusia untuk menentukan pribadinya masing-masing. Oleh sebab itu kita diberikan Akal, Ruh dan Jasad. Akal merupakan kesatuan untuk berfikir, menganalisa dan memutuskan sebuah masalah. Ruh adalah jiwa suci yang diberikan Tuhan sebagai kesatuan pengontrol dan sifat Ruh adalah selalu suci dari kontaminasi duniawi. Jasad adalah fisik dimana bernaung akal dan Ruh, apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh Jasad merupakan hasil dari diskusi antara Akal dan Ruh.

Jika sinergi ketiganya baik, maka baik pula kualitas hidup kita. Tapi namanya manusia tempatnya khilaf, dan slogan itu sepertinya dijadikan sebuah pembenaran untuk sebuah ke khilafan, sehingga terkadang Akal dan Jasad lebih mendominasi manusia dibandingkan dengan Ruh.  Jika Akal dan Jasad lebih mendominasi, maka duniawilah tujuanya. Karena Akal dan Jasad bersifat Fana seperti halnya Dunia.

Mengapa Ruh terkadang seperti tersingkir …? Itu karena Ruh bersifat abadi seperti halnya Penciptanya, dan Ruh ini selalu rindu kembali kepada Penciptanya. Apalagi jika Ruh ini sudah di marjinalkan atau di kucilkan oleh Akal dan Jasad. Padahal begitu pentingnya Ruh ini dalam fungsinya sebagai Kontrol kehidupan. Terkadang disaat kita merasa hidup ini hampa dan tak bermakna, maka hanya Ruh lah tempat kita mengadu. Disaat kita membutuhkan sebuah jawaban dari permasalahan hidup dimana akal dan Jasad tak mampu memutuskanya, maka Ruh lah yang selalu benar dalam memutuskan. Itulah kenapa disaat manusia berada dalam pilihan-pilihan yang sulit dalam menghadapi hidup, maka Hati kecil kita atau Nurani kita atau Ruh adalah tempat bertanya.

Untuk menghadapi dunia yang keras ini dibutuhkan kombinasi dari tiga elemen hidup manusia yaitu Akal, Ruh dan Jasad yang tentunya dengan kondisi senergi yang seimbang. Sesuai dengan sifatnya dunia yang fana atau tidak abadi. Tentu saja merupakan tempat yang cocok untuk perkembangan Akal dan Jasad. Seluruh kemelut yang ada di seluruh bumi ini tak lain adalah hasil dari dominasi kerja Akal dan Jasad. Andai saja peran Ruh di kedepankan, tentu tidak ada aksi pembunuhan etnis, Invasi negara satu kenegara yang lain, kelaparan didunia yang satu, sementara dunia yang lainya berlimpah.  Adakah sebuah kepentingan besar dibalik itu semua…….?  Tentu saja ada, dan siapa lagi yang berkepentingan untuk semua ini selain pihak yang cinta dunia abadi dan pihak yang ingin menjadi pemimpin di Bumi ini.

Jika perspektifku membahas tentang Hidup dan Dunia secara subyektifitasku seperti itu, maka kucoba lagi untuk menambah satu perspektif yang tentu berhubungan dengan keduanya yaitu Agama.

Aku bukanlah seorang yang religius atau penganut fanatisme extrim terhadap keyakinanku. Tapi sebagai seorang yang memiliki keyakinan aku harus menanamkan fanatisme dalam sebuah konteks orang yang memiliki keyakinan. Oleh sebab itu aku pribadi tidak setuju jika ada yang bilang semua agama itu benar. Dan pandanganku itu memiliki dasar sebuah keloyalan terhadap keyakinanku. Jika kita menggangap semua agama itu benar, maka patut dipertanyakan dimana letak loyalitasmu terhadap keyakinanmu. Dan ini pun bisa diterapkan pada penganut keyakinan yang lain.

Perspektif tentang agama secara mendalam kudapat ketika aku sempat menjalin hubungan dengan seseorang yang beda keyakinan. Perdebatan tentang agama sering terjadi antara kami kurang lebih dalam dua tahun. Begitu perdebatan semakin dalam, maka keteratrikan ku untuk membaca seluruh terjemahan kitap suci ku sekalian juga kubaca kitab suci nya. Ada kesesuaian dalam dua kitab suci itu dan ada juga ketidak sesuaian nya. Ketika kubaca kitab suciku, sempat aku berhenti membacanya untuk beberapa waktu karena takut. Ada semacam paradigma dalam diriku yaitu jika aku sudah membaca dan tahu tentang sebuah peraturan, anjuran dan larangan dalam kitab suci agamaku dan jika aku melanggar peraturan, tidak melaksanakan anjuran serta melanggar larangan, maka betapa berdosanya berlipat bagi diriku. Namun sebagai insan yang ingin mencari setitik kebenaran dalam hidup, maka kuteruskan saja untuk membacanya hingga selesai yang menurutku lebih banyak manfaatnya dibanding dengan ketakutanku. Begitu juga dengan kitab suci yang lain yang pernah kubaca.

Dari kesamaan dan perbedaan dua kitab suci itu, maka kucoba untuk mengkaitkan dengan apa yang pernah, sedang dan akan terjadi di dunia ini…dan memang menarik sekali. Kitab suci itu memang menceritakan semuanya. Kemelut-kemelut yang terjadi didunia ini sudah tertuliskan semuanya di kitab suci. Awalnya ada dua pandangan subyektifku ku terhadap maha karya kitab suci itu, yang pertama kitab suci itu memang firman Tuhan, karena memang Tuhan tahu segalanya apa yang pernah, sedang dan akan terjadi. Yang kedua adalah kitab suci itu adalah karya pihak-pihak tertentu yang memang berperan besar dalam pergerakan dunia ini sehingga pihak ini mampu untuk mengatur dunia dan mengarahkanya seolah-olah sesuai dengan yang tertulis di kitab suci. (Wallohualam)   

Apapun hasil pandangan dan perpektif kecilku dalam melihat sesuatu yang pernah aku alami dan mungkin akan banyak pro dan kontra, kuanggap sebagai sebuah karunia bagiku. Bukan sebagai sebuah kebetulan tapi makna sebuah keunikan yg kumiliki dan kuyakini tiap manusia juga memiliki keunikan itu dalam bentuk yang berbeda-beda. Trimakasih (WD)



No comments:

Post a Comment