Monday 27 June 2011

"MAAF"




“ Maaf, telepon yang anda tuju belum terpasang”, itulah sebuah pesan merdu otomatis dari Telkom yang sering ku dengar saat aku menelpon nomor yang salah. Bahasanya memang sopan, tapi agak sedikit membuatku ngedumel. Dan begitulah sebuah etika yang baik, ketika membuat kesalahan, maka minta maaf lah, meski untuk kasus yang satu ini, memang aku yang salah memencet nomor telepon, jadi memang itu kesalahanku.

Kata MAAF itu memang terkadang susah sekali diucapkan bagi pihak-pihak yang merasa dirinya benar menurut versinya sendiri. Apalagi mengucapkan kata maaf bagi tingkatan sosial atau kasta yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah seperti dianggap sebuah degredasi sosial. Bahkan pihak yang meminta maaf selalu di identikan sebagai pihak yang bersalah.



4 huruf sederhana yang bersatu dalam kata MAAF itu sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam, tidak sekedar makna normative dimulut bagi pihak yang merasa bersalah. Tapi lebih kepada makna sosial dan spiritual. Permintaan MAAF kita kepada seseorang, selain akan membuat  orang itu merasa dihargai, tapi juga merasa ada sebuah perhatian emosional kepada orang itu sehingga sebuah permintaan maaf yang tulus bisa menurunkan kadar emosional seseorang. Sedangkan permintaan MAAF bagi kita sendiri akan membuat kita menjadi rendah hati dan menghargai hak orang lain. Dari sisi spiritual, kita bisa merasakan bahwa ada energy positif yang masuk dalam diri kita, berupa perasaan lega, menjadi lebih tenang dan ada semacam nilai bijak yang kita rasakan. Tidak hanya itu kata MAAF jika di ucapkan secara iklas maka akan berakumulasi menjadi energy positif yang menjalar pada pihak yang meminta maaf dan pihak yang memberi maaf.

Namun demikian kata MAAF juga bisa menjadi sulit di katakan jikalau masih ada rintangan berupa rasa pembenaran diri, merasa diri tidak bersalah dan malah menyalahkan orang lain. Dan inilah yang sering terjadi jikalau kata MAAF di identikan dengan sebuah kesalahan bagi pihak yang meminta maaf. Jika kita secara arif memaknai kata MAAF, maka rintangan berupa pembenaran diri itu akan berubah menjadi sebuah pengakuan diri atas perasaan keagungan yang kita miliki, rasa bertanggung jawab dan fitrah sebagai manusia yang bermartabat.

Tak bisa dipungkiri secara hukum dan rasa sosial, orang yang merasa bersalah wajib meminta maaf kepada siapapun. Karenan hakikat permintaan maaf itu adalah menyejukan rasa. Dan alangkah indahnya jika kata MAAF itu selalu dikumandangkan meski tanpa melalui sebuah proses kesalahan.

Dalam sebuah perayaan hari raya idul fitri, dimana nuansa permintaan maaf itu menjadi sebuah tradisi yang sangat menyejukan. Semua pihak yang merayakan saling meminta dan memaafkan satu dengan yang lain, saling melebur dosa menjadi sebuah awal kebaikan. Inilah hakikat kata MAAF yang sebenarnya. Sebuah kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja tumpah ruah dan hancur menjadi kebaikan hanya dengan kata MAAF.

Jikalau di dunia ini kata MAAF yang di kumandangkan secara bijak dan arif menjadi sebuah symbol perdamaian, maka damailah dunia ini. Sebuah kata sederhana ini mampu merubah dunia. Budaya meminta maaf kepada sesama manusia, dengan atau tanpa kesalahan akan membuat manusia mengerti arti sebuah kebersamaan, tanpa harus membedakan kasta dan strata sosial. Jika kasta dan strata sosial menjadi sebuah egoisme seseorang untuk enggan mengeluarkan kata MAAF, maka seseorang akan berusaha memutar balikan fakta dan kata MAAF menjadi sebuah momok yang menakutkan karena memiliki pemikiran bahwa, kata MAAF hanya untuk orang yang bersalah.

Sebuah komunitas atau pihak yang sudah nyata-nyata bersalah tetapi tetap enggan untuk mengeluarkan kata MAAF, biasanya akan menggunakan berbagai cara untuk melakukan pembenaran atas kesalahanya. Bahkan tidak jarang yang mencoba menyalahkan pihak lain atau saling menyalahkan. Tetapi hukum alam itu selalu benar dalam memberikan penilaian. Jikalau pihak yang bersalah berhasil membuat orang yang tidak bersalah malah meminta maaf dengan segala trik yang digunakanya, maka sejatinya pihak itu akan selamanya bersembunyi dalam kesalahan, dan alam akan memberikan respon negative terhadap perasaanya berupa meningkatnya kadar ke egoisan, tetapi dalam hati kecilnya dipenuhi dengan sesal yang dibawa sampai mati.

Mengungkapkan kata MAAF itu mudah, jikalau dilandasi dengan ke iklasan dan rasa sebuah penyesalan. Seberat apapun kesalahan kita, dan unggapan MAAF yang sebenar-benarnya sudah keluar dari hati kita, maka ada beban yang berkurang dalam jiwa kita, itulah proses keluarnya energy negative dari tubuh kita, sebuah energy yang selalu mengotori hati, jiwa dan tubuh kita yang secara fitrahnya adalah bersih.

Maka janganlah sungkan untuk meminta maaf, janganlah malu untuk meminta maaf, dan janganlah pernah khawatir permintaan maafmu akan diterima atau tidak. Trimakasih (WD)  

No comments:

Post a Comment