Thursday 30 June 2011

KETAKUTAN




Beberapar waktu yang lalu, aku ngobrol dengan seorang mandor yang pernah merenovasi rumah adiku disebuah komplek pemukiman baru yang memang masih jarang rumah yang ditempati. Dalam obrolan ringan itu dia menanyakan sesuatu kepadaku, “ Pak, rumahnya sudah ditempati apa belum”. Dan kujawab “Nunggu sukuran dulu mas”. Sambil ngobrol ngalor-ngidul tiba-tiba dia cerita, ketika merenovasi rumah itu ternyata ada hal-hal aneh yang terjadi, dengan kata lain, rumah itu ada penghuni Ghoib nya.



Aku yang memang sedikit ga percaya dengan hal-hal seperti itu kok jadi merinding juga dengar ceritanya. Tapi cukup ku pesankan pada mandor itu agar jangan cerita ke adiku dan yang lainya, cukup aku saja yang tahu daripada nanti timbul kehebohan. Dan singkat cerita suatu malam, berhubung aku ada keperluan untuk mengambil sesuatu dirumah itu, kunekatkan diriku untuk masuk dan memeriksa setiap sudut ruangan. Layaknya orang yang gagah berani dan tidak perduli dengan cerita mandor itu sebelumnya, aku mencoba tenang dan releks. Tapi karena pikiranku sudah terkontaminasi dengan cerita sang mandor, tak ayal lagi dan merinding seluruh bulu tengkuk ini ketika aku berada di ruangan yang menurut cerita sang mandor tempat nongkrongnya sang penghuni ghoib. Yang kurasakan saat itu adalah penasaran luar biasa tapi berbalut dengan kengerian kalau-kalau penghuni ghoib itu benar-benar muncul didepanku.

Yang kulakukan saat itu hanyalah menunggu dengan rasa tengkuk leherku yang terasa berat seperti ada kekuatan yang membebani tengkuku. Dan dalam kekalutan itu pula, aku mencoba untuk merusak dan merubah pola pikirku, karena yang kuyakini adalah, ketakutan itu hanya ada dalam pikiranku sendiri.  Sebuah pikiran sangat rentan di masuki dan di susupi oleh hal-hal apa saja termasuk apa yang aku alami itu. Dan hanya kita sendirilah yang bisa merubah dan mengontrol pikiran kita.

Dalam kondisi apapun, pikiran yang jernih merupakan senjata yang sangat ampuh untuk menyelesaikan masalah. Kalau pun ada masukan-masukan yang mencoba untuk mempengaruhi dan meracuni pikiran kita, hanya kitalah yang mampu untuk menyaring, mengontrolnya dan memformat pikiran kita.

Dalam sebuah kehidupan, akan banyak sekali masukan-masukan yang muncul dan menghantui pikiran kita. Jikalau masukan itu bernilai positive , maka signal itu menjadi berguna buat kita. Tapi jika masukan itu bernilai negative, maka rusaksalah pikiran kita. Sebagai contoh ilustrasi sederhana, seseorang yang tadinya enjoy dan bahagia dalam kehidupan keluarganya, tiba menjadi murung ketika pulang dari rumah sakit setelah melakukan general check up karena dokter memvonis kerja jantungnya agak terganggu. Dan tentu saja vonis itu telah mempengaruhi pikiran kita. Dan jika kita tidak benar-benar menyikapi positif vonis itu, maka akan berdampak kepada ketakutan-ketakutan yang berlebihan sehingga ketakutan itu malah akan memperburuk kerja jantungnya.

Ketakutan-ketakutan ini seharusnya mampu disikapi dengan baik, karena mayoritas pihak yang sakit berawal dari pikiran. Makanya seorang koruptor bisa mendadak langsung sakit, mendengar panggilan dari penegak hukum. Sakit itu bukan rakayasa tapi memang secara kejiwaan, karena pikiranya sudah diserang terlebih dahulu dan ahirnya berdampak kepada fisiknya.

Mengontrol atau mengendalikan pikiran sendiri memang tidak mudah bagi yang tidak terbiasa. Tapi bagi yang terbiasa, maka hal itu bukan sesuatu yang sulit. Dan mengontrol pikiran sendiri membutuhkan kebiasaan.
Seseorang yang sudah mampu untuk mengontrol pikiranya sendiri, biasanya mereka mampu pula untuk mengendalikan omonganya. Karena sesuatu yang membuat pikiran tergangu itu berawal dari sebuah kabar melalui omongan. Sehingga mereka sadar untuk menjaga pembicaraan, jangan sampai pembicaraanya malah akan menjadi racun bagi pikiran orang lain.  

Ketidak mampuan untuk mengontrol pikiranya sendiri bisa berdampak negative  bagi orang lain dan dirinya sendiri. Dampak bagi orang lain adalah dia akan menjadi sumber informasi yang sifatnya menghasut dan memprovokasi. Dampak bagi diri sendiri adalah seperti kasus yang ku alami dirumah yang katanya ada penghuni ghoibnya. Jikalau saat itu aku langsung kalut dan kalah dalam mengontrol pikiranku , jangankan untuk berlama-lama dirumah itu, untuk masuk kedalampun mungkin aku sudah tidak punya keberanian. Dan itu terbukti ketakutan itu hanya ada dalam pikiranku saja yang sebelumnya sempat terprovokasi ucapan sang mandor, dan ternyata tidak ada hal aneh apapun yang ku lihat dan aku tetap baik-baik saja sampai dengan kutulis artikel ini.   

Bermacam-macam bentuk ketakutan yang berawal dari pikiran bisa menjadi hal buruk bagi kita sendiri. Ketakutan-ketakutan yang timbul pada diri kita sebenarnya diawali dari sebuah informasi. Jika kita tidak mendapatkan informasi, maka ketakutan-ketakutan itu tidak akan ada. Seperti halnya, apa yang anda pikirkan jika anda disuruh untuk tidur didalam peti mati…? Pasti yang timbul dalam pikiran anda adalah, ketakutan, kecemasan dan ahirnya ke engganan. Apa masalahnya ? pikiran anda sudah mendapatkan informasi bahwa peti mati itu adalah untuk orang mati dan anda tidak mau tidur di dalam peti mati karena takut benar-benar mati. Apakah benar-benar mati ? tentu saja tidak. Lihat lah jika seorang bayi kita tidurkan didalam peti mati. Apakah bayi itu takut ? tentu tidak. Apakah bayi itu menjadi mati ? tentu saja juga tidak.

Itulah ilustrasi ketakutan-ketakutan selama ini yang menjadi penghalang bagi siapapun untuk maju. Jika seorang bayi yang tidak atau belum mendapatkan informasi tentang sebuah peti mati malah tidak takut, mengapa orang dewasa yang lebih tahu malah menjadi takut.  Semestinya semakin banyak informasi yang kita dapatkan, maka akan menjadikan kita lebih tahu dan lebih cakap dalam menyikapinya dibandingkan dengan pihak yang belum tahu. Semua itu berpusat pada pikiran atau pola pikir dan bagaimana kita mengendalikan pikiran kita.  Trimakasih (WD) 



No comments:

Post a Comment