Monday 27 September 2010

G A J I A N

SUMRINGAH” itulah sebuah ekpresi yang menggambarkan kebahagian ketika tiap-tiap orang menerima gaji, honor, upah, imbalan atau apapun yang berkaitan dengan uang hasil jerih payah kita. Ekpresi SUMRINGAH itu tentu saja berbanding lurus dengan perasaan hati, tatkala tidak ada ganjalan dalam menerima imbalan kinerja kita. Tetapi manakala ganjalan itu muncul, maka ekspresi sumringah itu bisa berubah menjadi sebuah senyuman kecil yang kecut pula untuk di pandang dan dirasakan.
Sebuah kekecutan  muncul ketika kita harus melunasi kewajiban-kewajiban dalam kehidupan rumah tangga, Bayar kontrakan atau cicilan rumah, kartu kredit, arisan, kredit panci, angsuran ini dan itu bahkan sampai mengangsur kepada Bang PLECIT (sebuah istilah di kampungku, jika kita meminjam uang atau barang kepada orang hari ini, maka besok sudah harus memulai membayar cicilan dan setiap hari orang itu akan datang untuk menagih )



Tetapi teorinya, sebuah kebanggaan akan muncul ketika imbalan yang kita terima itu merupakan hasil jerih payah sendiri dan halal pula, tanpa ada sebuah pembenaran apapun jikalau kita juga menerima uang lain selain gaji. Namanya juga manusia tempatnya khilaf dan salah, tak ada gading yang tak retak dan tentu saja tak ada tender tanpa komisi.

Terkadang banyak juga yang mengeluh, wah gaji saya kecil...ga cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Fenomena gaji, honorarium ataupun upah memang harus pandai-pandai kita sikapi. Namanya juga gaji tentunya disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan kemampuanya juga.
Dalam sebuah seminar saya pernah mendapatkan sebuah doktrin yang luar biasa yaitu, Cukup atau tidaknya pendapatan kita dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari...yaaa...tinggal kita pandai-pandai mengaturnya. Jangan menyalahkan siapa-siapa kalo gaji kita kecil...tapi introspeksilah dulu ..apakah kita sudah layak dan memiliki kemampuan serta siap untuk digaji besar.
Jadi intinya subyektifitas saya mengatakan gaji,upah, honor itu berbanding lurus pula pada kemampuan dan kecakapan kita dalam bekerja. Berbanding lurus ini tidak saja berlaku pada norma-norma yang positip....tapi ternyata juga berlaku pada norma negatip.
Bayangkan saja seorang karyawan pajak berumur 30 tahun golongan 3A bisa memiliki 28 Miliar tabungan belum lagi aset-aset yang lain. Tentu saja dia memiliki kemampuan untuk melobi, atau kecakapan dalam memanipulasi perkara pajak......ya ternyata dia memiliki kemampuan dan kecakapan dalam bidang itu ..meskipun bertentangan dengan norma-norma positip.

Kalo mau dapat gaji tinggi...ya kerja keras dan tingkatkan kemampuan.....,kalimat itu sungguh-sungguh nyata dan memang tidak sekedar semboyan. Ada kalanya seorang office boy yang selalu mengeluh melulu karena gajinya kecil. Tetapi apakah dia sanggup digaji besar tetapi harus mengerjakan tugas-tugas seorang manager.

Maka mungkin hal terbaik adalah terimalah gaji, upah, honor atau apapun dari hasil jerih payah kita dengan rasa sukur, karena dengan rasa sukur yang tulus itu kitapun harus yakin Tuhan akan menambah nikmat kita. Dengan sebuah keyakinan akan ditambahnya nikmat kita, maka motivasi untuk terus bekerja keras pasti akan tumbuh.....khusus untuk kalimat ini, maaf saya sedikit nyamar jadi  ustaz pemula.

Sehingga tak heran jika mereka-mereka yang bergaji puluhan bahkan ratusan juta itu adalah orang-orang yang memang memiliki kecakapan dalam mengelola kemampuanya. Sama halnya jika orang kaya mendadak karena menang lotrey....jika orang itu tidak pandai-pandai atau tidak memiliki kecakapan dalam mengelola uangnya, apa yang tejadi ?  Jangan ngiri dengan mereka tapi mari kita contoh sajalah. Trimakasih. (WD)