Tuesday 3 August 2010

WISATA SENGSARAKU


Kalo saja saat ini banyak waktu luangku, pingin rasanya aku mengulang pengalamanku kembali saat  bersama teman-teman melakukan sebuah kegiatan wisata.
Dibilang wisata seharusnya memang iya...karena ku isi di waktu liburan sekolahku dan ijin dari orang tua pun memang berwisata.

Dengan bermodalkan ala kadarnya aku dan 4 orang temanku nekat untuk melakukan wisata ini. Memang sudah kami rencanakan sebelumnya untuk wisata ini tidak boleh membawa uang sepeserpun dan memang waktu itu semua dalam kondisi bokek....ya itulah sudah bokek nekat pula, demi sebuah perjalanan wisata.....perlengkapan yang kami persiapkan dari rumah pun sungguh memprihatinkan, sebuah kompor minyak tanah tempo dulu dengan full minyak tanah, panci untuk merebus nasi, tenda, beras secukupnya dan mie instan serta tak ketingalan sebuah gitar butut.




Perjalanan wisata ini kami mulai dari kampungku dengan menumpang sebuah mobil pick up pengangkut tempe yang kebetulan kami kenal dengan supirnya,....lumayanlah lah meski duduk dibelakang yang penting gratis. Kira-kira baru 10 km, mobil tumpanganku itu berhenti karena sudah sampai di rumah pemiliknya, setelah kami ucapkan terimakasih maka kami lanjutkan perjalanan dengan jalan kaki sambil menunggu mobil tumpangan selanjutnya.
Nah ini dia armadaku....sebuah truk pasir,...buru-buru kami menyetop truk itu dan minta tumpangan, maka perjalanan kami lanjutkan kembali........lumayan gratis lagi dengan jarak yang lumayan cukup jauh juga kira-kira 100 km.
Inilah tumpangan terahir dimana kami sudah berada di luar radar area pergaulan kami.
Perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki yang lumayan cukup jauh karena susahnya mendapatkan tumpangan sepanjang jalan. 

Sampai ahirnya salah satu temanku yang cukup punya nyali tiba-tiba nekat menyetop sebuah bus antar kota, loh kok bisa ” nanti gue yang bayar” kata temanku. Okelah kalo begitu...dengan santai kami duduk di kursi paling belakang, kira-kira satu jam lebih perjalanan, kondektur mulai menagih ongkos bis. Alangkah  kaget dan pucat bukan kepalang rasanya aku ketika temanku yang cukup punya nyali itu bilang kapada kondektur bis.” Bang maaf kami numpang....kami ga punya duit sama sekali....tolonglah bang” Setelah dimaki-maki oleh kondektur bis itu, ahirnya kami di off load ditengah jalan.

Puas dan tertawa ngakak rasanya kami, begitu diturunkan ditengah jalan setelah nyaman duduk dan numpang di bis selama satu jam lebih, meskipun caci maki kondektur itu terdengar pedas ditelinga kami.....masa bodohlah yang penting tumpangan gratis.
Meski perjalanan sudah agak dekat namun tidak mungkin ditempuh dengan jalan kaki. Ahirnya angkutan apa aja yang lewat kecuali yang bayar, kami stop untuk sebuah tumpangan, Traktor, Truk pengangkut rumput bahkan sampai gerobak yang ditarik sapi pun kami stop.

Ahirnya sampai juga ditempat wisata kami yaitu ”Way Lala’an” sebuah bukit dengan cuaca dingin dan air terjun didaerah pedalaman Lampung. Tendapun kami dirikan, dan proses logistik segera dijalankan untuk menenangkan cacing-cacing yang sudah histeris diperut kami.

Sehari, dua hari, tiga hari, sampai pas seminggu kami survival dengan apa adanya, minum air mentah, nasi dan mie instan serta dedaunan yang bisa kami masak disekitar lokasi dan setiap hari, terkadang malam kehujanan dan tidur dalam keadaan basah kuyup karena tendanya ternyata bocor. Gitar butut yang awalnya bersenar enam pun tetap menemani dengan alunan fals nya,..ya tinggal empat senar yang tersisa, karena senarnya putus dihari ke tiga.

Seminggu yang melelahkan namun penuh warna, canda dan tawa, tak ada kesedihan yang ada hanya keletihan dan kekumuhan kami.
Saat perjalanan pulangpun kepasrahan dan kenekatan dimuka kami sudah jelas nampak, karena harus terus mencari tumpangan gratis apa saja supaya sampai kembali dirumah. 
Tapi memang keberuntungan masih berpihak pada kami, ada saja yang memberikan tumpangan meski lokasi kami sudah jauh dari wilayah jangkauan pergaulan kami.

Tak akan kulupa pengalaman ini, banyak hal berarti yang kudapatkan, mulai dari kekompakan, kenekatan, keterbatasan dan survival. Jika niat sudah melekat dibarengi dengan kenekatan yang terorganisir plus pantang menyerah, ternyata apa yang kita mau bisa kita dapatkan, meskipun banyak liku-liku yang harus kita lewati.  Tanks Guys, Ferry, Cahyo, Danu dan Hendra.....perjalanan yang menyengsarakan namun penuh makna. Sepulang dari wisata itu, tiga hari aku terserang diare, dan dua orang temanku terkena tipes. (WD)                 

No comments:

Post a Comment