Sunday 8 August 2010

SANDAL JEPITKU HILANG






"Sandal jepit", sebuah benda yg mungkin murah dan terjangkau bagi siapapun, dan memiliki fungsi sebagai sebuah asesoris kaki atau lebih kongkritnya sebagai alas kaki.

Biasanya sandal jepit ini dipakai untuk kegiatan yg bersifat santai dirumah atau kegiatan nongkrong.....seperti contoh salah satunya nongkrong di Toilet. Tapi ternyata sebuah sandal jepit bisa menjadi benda yg sangat penting tatkala kebutuhanya mendesak tapi barangnya tidak ada. Meski semurah apapun jenis sendal jepit itu, tatkala kita membutuhkanya maka, sebuah nilai murah akan menjadi mahal.


Memang sesuatu yg murah terkadang di abaikan begitu saja layaknya benda tak berharga. Seperti juga kejadian yang pernah menimpaku dan berhubungan dengan benda murah ber inisial SJ alias sandal jepit. Saat aku sedang solat jumat, kupakai sandal jepit kebanggaanku, karena memang cuma satu-satunya sandal jepit itu yg ku punya.
Mentang-mentang hanya sendal jepit, maka ku letakan semauku di area parkir kusus sandal jepit halaman sebuah masjid, yg memang tak ada satpam penjaga ataupun karcis retribusi khusus parkir sendal jepit. Bahkan tanpa gembok pengaman apalagi alarm.
Begitu selengean dan teledornya aku memperlakukan sendal jepit itu, seolah-olah memang tak seberapa kubutuhkan.   Dan benar saja, perkara yg remeh temeh itu berahir sebuah bencana ketika selesaiku solat jumat tak kutemukan keberadaan sendal jepit itu.
Benda yg selama ini bersamaku dan selalu menemaniku dalam mencari Ridho illahi raib, hilang kedua-duanya tanpa meninggalkan jejak sediktpun. Begitu kompaknya sendal jepit itu, kenapa  meninggalkanku kok berdua-duaan segala.........??
Mungkin sendal jepitku itu sudah bosan menemaniku lantaran kurangnya perhatian dariku yang hanya memperlakukan nya laksana barang murah, sehinga dia mencari majikan lain yg lebih perhatian, itulah kira bahasa batinku mencoba untuk bersabar.

Sebenarnya sepeninggal sendal jepitku itu, masih banyak yang terparkir di halaman mesjid itu sendal jepit lain atau sendal kulit bahkan sepatu yg lebih bagus dari sendal jepitku.
Maka, disitulah terjadi pertempuran seru antara setan dan malaikat yang ada di pundak kanan dan kiriku. Keduanya merayu dan memprovokasiku agar tujuan mereka masing-masing tercapai. Tetapi aku sebagai wasit harus bijaksana dalam memenangkan pertempuran itu, karena satu diantara mereka harus jadi pemenang.
Dalam ketidak tahuanku harus berbuat apa, sejenak ku tunggu hasil pertempuran itu, ....dan spontan kuputuskan sepihak malaikat itulah sebagai pemenang . Kemenangan ini laksana kemenangan tender sebuah proyek yang bersih tanpa ada embel-embel suap ataupun komisi.    

Mungkin karena aura sholat jumat yang masih melekat dalam diriku dan masih di area suci halaman sebuah masjid, sehingga energi positip masih mengelilingiku dan membuat si setan jatuh tersungkur kepanasan.
Namun tak bisa kupastikan keputusanya akan sama seperti ini lagi jikalau lain tempat dan lain pula kondisinya.

Maka sebuah kemenangan dari sang malaikat itu membuat hati ku tenang. Bagaikan seorang ksatria yang baru pulang dari medan pertempuran dengan hasil sebuah kemenangan. Kuyakinkan diriku pulang tanpa alas kaki.
Memang ada beberapa mata yang  sempat meliriku sambil tersenyum-senyum dan tak tahu apa maksud pasti dari senyuman itu, apakah iba melihat kondisiku atau sekedar meledek kepadaku.
Meski tak tahu pasti apa maksud senyum mereka itu, tetap saja ku usahakan membalas senyum mereka meskipun agak kecut senyum itu kurasakan.
Ahirnya, meski dengan berat hati dan mau tidak mau, kuiklaskan juga kepergian sendal jepitku dengan segala tanda tanya yang harus ku pecahkan, yaitu APA SALAHKU ?
Ya...hanya itulah pertanyaanku buat diriku sendiri. Semua bencana ada sebab akibat, meski sekecil apapun bencana itu. instrospeksi dan berhikmad (WD)