Wednesday 25 August 2010

J E N D E L A




“Dunia tanpa batas atau dunia yang terbatas”, dua buah pernyataan yang saling bertolak belakang dengan asumsi subyektif masing-masing yang memiliki dasar keilmuan. Intinnya dua pernyataan itu ada benarnya. Jikalau kita tilik ilustrasi sebuah sudut pandang tentang dunia dan isinya, maka tiap-tiap sudut pandang akan mendapatkan keaneka ragaman pengetahuan dan pengalaman tergantung dari pada cara membuka sudut pandang masing-masing.


Sempat aku tertegun saat melongokan kepalaku dipagi hari melalui jendela rumahku, disana nampak semua pemandangan diluar rumahku yang tentu berbeda dengan pemandangan didalam rumah.  Jendela itu selain berfungsi untuk ventilasi udara juga berfungsi sebagai media penghubung pandangan antara dalam dan luar rumah. Sekiranya suasana diluar rumah agak berisik, maka kutup jendela itu agar kebrisikan demi kebrisikan tidak menyeruak masuk kedalam rumah. Tapi sekiranya suasananya nyaman untuk di nikmati, maka ku buka lebar-lebar jendela itu agar kenyamanan itu pun bisa kunikmati dari balik jendela.

Makna kata jendela memang memiliki banyak arti, salah satu nya adalah jendela wawasan yang menjadi ketertarikanku untuk menuliskan di note ini. Begitu indah dan luasnya pemandangan diluar rumah yang berjendela, sehingga seharusnya akan mengundang ketertarikan siapa saja untuk menikmatinya....ya SEHARUSNYA.
Menikmati dalam konteks yang lebih agak luas yaitu menyerap apapun yang nampak dari balik jendela tersebut secara positip. Ibarat sebuah energi yang ada didunia ini terdiri dari positif dan negatif, maka panorama dibalik jendela itupun mengandung kedua unsur tersebut, tergantung kebutuhan mana yang diperlukan.
Jendela wawasan merupakan lorong waktu yang akan membawa kita pada sebuah peradaban yang seharusnya memang harus kita lalui sadar atau tidak sadar.  Jika melalui peradaban tersebut dengan kesadaran, maka arah yang yang dituju akan lebih terlihat dibandingkan dengan ketidaksadaran. Dengan kesadaran pula langkah kepastian akan terasa dalam menjalani sebuah drama kehidupan.
Sebuah jendela wawasan bisa memberikan kita manfaat yang sangat besar dan luas, mungkin karena begitu besar dan luasnyanya, sehingga banyak diantara kita penuh dengan ke engganan untuk memanfaatkanya karena sebuah faktor yang saya istilahkan  pessimistic by unlimited.                  
Memang selalu saja ada sebuah pembenaran dari kita untuk sebuah subyektifitas pemikiran. Sudah dikasi banyak pun tetap saja dengan segala alasan untuk tidak memanfaatkan yang banyak itu. Namun protespun akan terjadi manakala muncul ketidak cukupan.

Cara terbaik sebisa mungkin adalah membuka jendela wawasan itu dengan sebuah akal sehat tanpa di banyang-banyangi rasa pessimistic by unlimited, seperti halnya saat kita masih balita yang selalu ingin tahu hal-hal baru dengan pandangan optimistic by unlimited.
Tak perduli apa keyakinan sebuah sudut pandang, maka seharusnya dalam membuka jendela wawasan harus memiliki sebuah landasan keyakinan, agar filterisasi wawasan yang keluar dari balik jendela itu berfungsi dan hasilnya menjadi sebuah wawasan yang bermanfaat.  Jikalau mengutip kalimat dari Albert Einstain yaitu “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”, sebuah makna filosofi yang sangat dalam akan kita dapatkan, dan juga golongan atau jenis manusia dalam filosofi kalimat itu banyak terhampar di bumi ini. Kegeniusan seseorang dalam sebuah sains bisa diibaratkan sebuah IQ yang brilian dan tinggi. Kegeniusan itu mungkin bermanfaat untuk dirinya dan orang lain karena sudut pandang  optimistic by unlimited yang diterapkanya berhasil dengan baik. Tapi manakala keberhasilan itu tidak didasari oleh sebuah   trancendental faith, maka kegeniusan itu dapat menjadi buta dan lepas dari norma-norma agama. Mungkin banyak kita jumpai seseorang yang genius tapi sombong, angkuh, dan melupakan sebuah sisi yang harusnya penting yaitu sisi kecerdasan emosional ataupun kecerdasan spiritual ( skedar menyambungkan teori ESQ).
Sebaliknya, sebuah kefanatikan terhadap agama tertentu jika tidak di ikuti dengan sebuah ke ilmuan yang memadai mungkin akan menjadikan seseorang menjadi militan dan membenarkan secara subyektif aliran agamanya tanpa pernah memandang solidaritas dalam menjalankan kehidupan dan mengganggap selain anggotanya adalah pihak yang salah.
Itulah kira-kira filosofi  dari sebuah makna jendela yang bisa tak terbatas dan bisa juga terbatas, tergantung dari sudut pandang masing-masing. (WD)