Tuesday 3 August 2010

NASI PECEL TEMPO DOELOE

Jenis makanan yang satu ini memang begitu sulit aku menemuinya di tempat tinggalku sekarang, mungkin karena banyaknya jenis makanan yang lebih moderen, serba praktis, instan dan gampang bahan bakunya dibandingkan kalo membuat makanan jenis ini sebut saja ”NASI PECEL”. Kalopun ada yang menjual, kok rasa-rasanya pasti beda dengan yang dijual di kampung-kampung, serta harganya juga sudah agak mahal.
Untuk soal makan, memang selera kampungku sampai sekarang gak bisa hilang, jikalau ditawarin Spageti, burger, ataupun Pizza, kok rasa-rasanya lidahku ini lebih memilih Nasi pecel yang pedes...mak nyus gitu rasanya. Selain murah, sehat dan Indonesia banget, juga bisa membantu pertumbuhan restoran dalam negri...weleh nasionalismeku muncul seketika kalau untuk selera makanan.

Ku ingat selalu nasi pecel kenanganku waktu itu, dari zaman aku masih sekolah dengan awal keluguanku hingga kebandelanku. Tiga tahun lamanya seleraku mentok di nasi pecel itu, mungkin karena murah. Pada zamanku nasi pecel setengah piring cuma 200 perak saja, dan selama kurang lebih 3 tahun aku menikmatinya, tidak ada kenaikan harga meskipun inflasi berjalan terus. Harga yang murah, pas sekali dengan kondisi kantongku waktu itu, pas maksudnya ga ada lebihnya dari uang saku dan transportku yg cuma 500 perak sehari setelah dipotong pph dan pungutan liar, dan dikurangi biaya transport pulang-pergi 300 perak, jadi bener-bener passsssss.
Bahkan dan terkadang otak krimilku muncul demi menikmati nasi pecel itu.         ” Pesen nasi pecel setengah, tapi kubawa makanan itu dibelakang dapur warung tersebut dan kusantap disana,  sementara didapur tersebut asisten pemilik warung sedang menggoreng tempe dan tahu isi....ku ambil satu atau dua potong tempe. Tapi yang kubayar di kasir warung hanya nasi pecelnya saja....duhh bandelnya aku waktu itu....mungkin inilah dampak pergaulan negatip waktu itu yang awalnya cuma ikutan-ikutan saja, dan tenyata pelaku ”CURANPE’ atau pencurian tempe marak dikalangan teman-temen sekolahku waktu itu.        
Ku panjatkan permohon maaf kepada pemilik warung pecel kenanganku, meskipun beliau sudah turun tahta karena sudah almarhum dan sudah pula diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Kenangan nasi pecel itu membuatku tidak pernah lupa dengan selera makan kampungku, di kala jenis makanan cepat saji import menjamur di negriku. Bravo makanan khas negriku. Dan jikalau kita sadar bahwa kita sebenarnya kaya akan makanan tridisional dan banyak mengkonsumsinya maka, restoran atau usaha kecil bidang makanan, tak akan kalah dengan restauran import. Mari kita tanamkan nasionalisme dibidang selera makan. Dan mudah-mudahan rasa nasionalisme ini bisa merambah kesegala selera produk di negriku. (WD)
         

No comments:

Post a Comment