Tuesday 3 August 2010

MAAF PAK PRODUSER BANGKRUT

Pak Produser,....wah..jabatan dan panggilan yang cukup lumayan keren pernah melekat dalam diriku, meskipun aku sendiri bingung kira-kira kerjanya apa yah nantinya ?..tapi apa boleh buat, ku niatkan diriku all in untuk menekuni profesi ini dengan segenap jiwa, kemampuan dan keahlian yang kupunya ” Executive Producer Music” kira-kira itulah tepatnya mengingat kecintaanku terhadap dunia musik dan industri musik.

Dengan minimnya kemampuanku waktu itu dalam bidang bisnis musik dilapangan, tak membuatku surut dalam berkiprah. 
Kucoba terapkan strategi bisnis yang kudapat dari kuliahku dulu plus pengalaman lapangan yang ku punya untuk membina dan mengorbitkan sebuah Group band.    




Ya.... Hayalanku waktu itu memang cukup fantastik. Dan tidak sedikit kocek yang ku rogoh untuk itu semua sekedar menyulap mereka menjadi artis musik. Dari mulai biaya promosi band di semua media, TV nasional, Radio se Indonesi, beberapa surat kabar, video klip, live concert, ngongkosin wartawan untuk ngeliput interview, bahkan sampai transport dan makan artis.

Mumet (pusing) juga rasanya waktu itu karena tak kusangka seribet ini menjadi produser dan merangkap pula menjadi manager sebuah group musik. 
Dan seiring waktu, orbit juga album perdana Band itu dan jadilah mereka artis musik waktu itu, meskipun melalui liku-liku yang panjang.

Tapi memang dasarnya produser kacangan dan amatiran, banyak saja kendala yang ku hadapi. Dari mulai konflik internal, urusan legal, pembagian royalty, sampai urusan dengan pihak label rekaman. 

Tapi itulah sebuah konsekuensi nya yang harus aku hadapi dan tak terasa jutaan triliun dolar Zimbabwe telah kukeluarkan untuk proyek ini.

Pernah suatu ketika berhubung ngototnya ingin menghemat anggaran, aku makan di sebuah warung nasi kumuh dekat kantor label rekaman, dan tak kusadari ternyata Direktur label rekaman tersebut mengintipku dari jendela lantai 3 kantornya, wah..Executive Producer kok makan di situ, gak berkelas banget, mungkin itulah kira-kira pemikiranya. 

Tapi masa bodohlah, Show must go on, dan ahirnya hampir satu tahun berjalan. Laporan progress keuangan dari label rekaman yang kudapat mengindikasikan kurangnya penjualan CD dan kaset, meskipun selama ini sudah ku lakukan promosi yang menurutku cukup. Apa yang salah yah, manajemenku atau group bandnya,  batinku.

Dan setelah ber kontemplasi yang cukup panjang, ahirnya kuputuskan untuk melepas kepemilikan sahamku di Band tersebut karena aku gak mau lebih banyak lagi kocek yang harus kukeluarkan untuk mendongkrak popularitas band tersebut.

Maafkan aku yah, kepada teman-temanku yang sudah cukup banyak terlibat dalam proyek ini, dengan kata lain tak bisa kulanjutkan proyek ini karena kebangkrutan seorang produsernya. Ya...produser amatiran itu bangkrut.

Harga yang cukup mahal untuk sebuah kegagalan, tapi bagiku sendiri kegagalan ini aku anggap sebagai pelajaran yang sangat berharga dan mahal sekali. Karena dibalik kegagalan itu, ku akui sejujur-jujurnya begitu banyak ilmu yang aku dapat dalam industri musik ini yang tidak pernah kudapatkan di bangku sekolah, bahkan dengan kegagalanku itu aku berhasil menulis sebuah buku tentang kiat berbisnis dalam industri musik.....nah loh....gagal dalam industrinya kok malah berhasil nulis bukunya. Ya....ilmu itu memang mahal meskipun harus didapatkan setelah mengalami kegagalan terlebih dahulu. (WD)   

No comments:

Post a Comment