Begitu juga dengan benda ini, meskipun sudah lama sekali kubeli disebuah pasar kaget, dan usang penampilanya, dengan berbalut isolatip dimana2, antena TV portableku ini masih menunjukan performa yang handal disegala macam cuaca.
Itulah salah satu yang membuatku jatuh cinta kepada antena itu dan enggan berpaling kepada antena yang lain.
Jika semut-semut sudah menghiasi gambar di TV ku, tinggal kugeser-geser antena itu hingga kembali normal. Tak ku hiraukan tawaran antena-antena baru dari sales yang sering mampir ke rumahku,” pak ini gratis biaya peralatan dan iuran bulanan pertama,” rayu sales itu.
Kebiasaanku untuk menggeser-geser atena itu justru membuatku asik dalam sebuah seni menonton TV. Ketika kupindahkan channel yang lain dan nampak layar TV kurang terang, maka kembali aksiku untuk menggeser antena itu kembali.
Yahh...TV memang membutuhkan antena...tak perduli semahal apapun sebuah TV, jika tak ada antena, maka sia-sialah fungsi TV itu.
TV ini kuibaratkan adalah sebuah pribadi atau sebuah kehidupan, jikalau kehidupan ini ingin nampak bargambar bagus dengan corak warna yang bagus pula, maka di butuhkan sebuah antena.
Antena dalam sebuah pribadi atau kehidupan itu sendiri adalah kalbu atau hati.
Maka untuk sebuah kualitas hidup, tergantung dari kekuatan kalbu atau hati masing-masing dalam menangkap makna signal hidup itu dari sang pemberi hidup.
Ibaratnya ketika gambar TV sudah mulai kurang jelas, mungkin dikarenakan antena yang tergeser. Maka perlu tindakan untuk memperbaiki gambar TV tersebut supaya menjadi lebih baik dengan memperbaiki posisi antenanya.
Jika signal gambar sebuah makna kehidupan sudah mulai pudar, kusam bahkan hampir redup dikarenakan hentakan badai kehidupan, maka sudah saatnya antena hati dan kalbu di arahkan pada arah yang tepat. (WD)
No comments:
Post a Comment