
Namanya
juga hidup, ibarat bagian dari roda yang bergerak, berjalan dan berputar, terkadang
posisi dibawah terkadang diatas, pun terkadang roda itu melindas tokai. Tak selamanya
hidup itu selalu indah, pun juga tak selamanya buruk. Semua terjadi berproses
sesuai dengan kodrat alam semesta.
Dalam
berputarnya roda kehidupan, setiap yang hidup tentu akan mengalami berbagai
pengalaman, baik itu pengalaman sebagai pembelajaran, sebagai ujian dan sebagai
bagian dari tujuan. Ketika hidup sudah berproses, maka proses itu tentu tidak
serta merta berjalan mulus sesuai dengan keinginan kita.
Hidup
memang sejatinya tidak hanya sekedar hidup untuk menjalani kodrat dan rutinitas
sebagai manusia yang di kirim ke dunia. Tidak hanya sebatas human life cycle yang dimulai dilahirkan,
dibesarkan, masa kanak-kanak, dewasa, menikah, tua dan mati. Tetapi ada
celah-celah spiritual yang terselip diantara human life cycle tersebut. Ketika bayi hingga kanak-kanak, segala macam ilmu diajarkan termasuk juga budi
pekerti dan keimanan kepada Yang Maha Esa. Kecerdasan dan intelektualitas
semakin hari semakin meningkat, tentu juga kecerdasan spiritual yang diajarkan
oleh para guru dan orang tua.
Seiring
dengan kedewasaan dan kestabilan mental, maka dukungan kekuatan spritualitas
pun harusnya juga stabil bahkan yang namanya keyakinan dan energy spiritual
harusnya selalu meningkat. Namun kembali lagi, namanya juga hidup, apalagi yang
hidup itu adalah manusia tempatnya khilaf.
Ketika
kata khilaf itu ada, tentunya berhubungan dengan kesalahan pertama yang
diperbuat. Mungkin karena ketidak tahuan, ke awaman sebagai manusia dan
lain-lain. Namun ketika khilaf berbutut sebuah kesalahan dan dosa, tentu akan
berhubungan dengan tingkat keimanan seseorang. Adakalanya seseorang yang sudah
bagus tingkat keimananya pun masih berbuat khilaf, lalu bagaimana kadar kualitas
keimananya itu ?
Ketika
kita yakin dengan sebuah prinsip dalam agama apapun bahwa mencuri itu dosa
karena merugikan orang lain bahkan bisa orang banyak yang dirugikan, sebagai
orang yang beragama dan tahu larangan-larangan agama, tentunya kita tidak akan
melakukanya kalo kita memang haqul yakin. Namun ketika kita yakin itu dosa, akan
tetapi kita masih melakukanya bahkan berulang-ulang tetap dilakukan, maka yang
terjadi sejatinya adalah KITA TIDAK
YAKIN. Kita tidak yakin dan percaya bahwa mencuri itu dosa, padahal itu
larangan semua ajaran agama, dan agama itu berpusat kepada sang maha pencipta. Dengan
kata lain apakah kita masih mempercayai sang pembuat larangan ?
Dalam
semua agama mengajarkan bahwa Tuhan melarang manusia untuk zolim, menyakiti dan
menganiaya orang lain, ketika pemahaman manusia itu sudah sama dan sudah yakin,
berarti tidak akan ada orang yang terzolimi dan tersakiti didunia ini, tapi
kenyataanya masih banyak orang yang tersakiti dan teraniaya. Artinya meskipun
pelakunya beragama dan bertuhan, tetapi ia mengabaikan perintah-perintah itu. Maka
pengabaian perintah ini bisa ditafsirkan sebuah pembelotan dan ketidak
percayaan kepada sang pembuat perintah.
Tingkat
spiritual seseorang memang berbeda-beda, juga kadar godaanya. Semakin tinggi
spiritual seseorang, godaanya pun semakin tinggi, makanya tak jarang seseorang
yang menjadi panutan umat pun bisa jatuh dalam gelimang dosa. Seberapapun tingkat
spiritual seseorang, mereka tetaplah manusia biasa yang punya hasrat dan hawa
nafsu. Kadar spritualitasnya pun bisa turun naik sesuai dengan godaan hidup.
Adakalanya
saat kadar spiritual sedang dalam kondisi baik, maka apapun godaan buruk duniawi
tidak akan sanggup menggoyakkan keimananya karena keyakinan dan kepercayaannya
kepada Tuhan. Tapi manakala kadar spiritual sedang dalam kondisi tidak baik karena godaan duniawi,
maka apa pun yang dilarang bahkan malah dilakukan.
Kalo
dalam istilah elektronika, ada sebuah alat yang disebut stabilizer yang berfungsi
untuk menjaga arus listrik agar grafik output listrik yang dihasilkan menjadi
stabil sehingga tidak merusak peralatan elektronik. Lalu bagaimana dengan
keimanan dan spiritual manusia ?. andai saja alat itu bisa dipasang di tubuh
manusia.
Dalam
diri setiap manusia itu ada kekuatan spiritual yang dahsyat yang bisa membawa
manusia kepada tingkat spiritual tertinggi yaitu kekuatan kesadaran roh. Secara
logika manusia itu tahu perbuatan yang baik dan buruk dan secara sederhananya
adalah lakukan perbuatan yang baik dan jauhi perbuatan yang buruk. Namanya juga
kesadaran roh, sesuatu yang dilakukan dengan penuh kesadaran yang bersumber
dari roh kita itu adalah baik, karena roh kita berasal dari Tuhan dan hanya roh
itulah sarana kita dapat berkomunikasi langsung dengan Tuhan.
Contoh
sederhana adalah, ketika kita hendak melakukan sesuatu yang sebenarnya kita
tahu bahwa itu tidak boleh dilakukan karena dosa, sebenarnya ini adalah bukan
semata-mata tentang pengetahuan kita tentang hal yang boleh atau tidak boleh
dilakukann, namun sebenarnya itu adalah petunjuk, pesan dan bisikan kesadaran roh
kita yang berasal dari Tuhan. Namun ketika kita tetap melakukanya berarti kita telah
membunuh kesadaran roh kita. Maka tak heran ketika rumah-rumah ibadah dipenuhi
para pencari Tuhan, doa-doa dan ibadah siang dan malam kita panjatkan, namun
kesadaran roh itu tidak ditumbuhkan, maka doa dan ibadah itu ibarat ritual
fisik belaka.
Kesadaran
roh itu ibarat cakra mahkota kita yang harus selalu terbuka agar memudahkan
komunikasi kita dengan Tuhan sehingga grafik spiritual kita akan selalu terjaga
dengan baik. Terimakasih (WINDTRA)
No comments:
Post a Comment