Thursday, 24 November 2011

GURU


Saat Sekolah Dasar saya sudah diperkenalkan sebuah lagu dengan makna yang luar biasa, setiap hari senin saat upacara bendera, lagu itu selalu berkumandang…ya lagu itu berjudul Hymne Guru yang diciptakan juga oleh seorang guru bernama Sartono. Memang lagu itu memiliki makna begitu mendalam dalam konteks sebuah pengabdian para guru dalam mendedikasikan hidupnya untuk mendidik dan membagi ilmunya kepada pada murid. Sebuah pengabdian yang pada mulanya kurang di apresiasi secara baik oleh pemerintah, sehingga terkadang makna pengabdian itu menjadi sebuah symbol empati untuk menyebut para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.



Cukupkah mereka hanya disebut sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa…? Bagi saya itu tak cukup, karena sebutan itu hanya sebagai bentuk pembenaran bahwa hanya dengan gelar Pahlawan tanpa tanda jasa terus mereka bisa di gaji seenaknya.  Jasa para guru itu sangat luar biasa, mereka harus mendidik berbagai macam karakter murid, mentransfer ilmu mereka bahkan tak sedikit yang harus mendapat perlakuan dan diremehkan oleh murid. Meskipun tak sedikit juga ada oknum guru yang menyalahi norma-norma sebagai seorang pendidik.

Para guru turut menciptakan bangsa ini, sumber daya manusia yang ada  di negri ini tak luput dari didikan para guru di tanah air ini. Begitu banyak karya anak negri dengan didikan para guru sehingga negri ini menjadi seperti ini. Ironisnya dengan kurangnya apresiasi  pemerintah negri ini terhadap para guru, negri ini mampu untuk bangkit dari masa-masa keterpurukan jaman penjajahan. Coba dibanyangkan jika dari dulu guru mendapat apresiasi yang baik, mungkin negri ini jauh lebih maju dari sekarang. Logika itu sangat sederhana, seorang guru yang hanya mendapatkan gaji pas-pas an untuk menghidupi keluarganya, meskipun hidupnya diabdikan penuh untuk mengajar dan mendidik, tentu juga terkendala dengan tingkat kebutuhan ekonominya. Seorang guru yang lapar tentu kualitas mengajar dan mendidiknya pun juga berbeda. Mereka akan selalu saja mencari celah tambahan demi kebutuhan ekonominya, sehingga kewajiban utamanya sebagai guru bisa di nomor duakan. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka bisa dibayangkan kualitas anak didiknya akan menjadi seperti apa.

Tingkat kesejahteraan para guru di negri ini pun belum mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah. Meski anggaran APBN untuk pendidikan sudah dinaikan, tetapi realitas dilapangan masih banyak saja kondisi guru yang memprihatinkan. Ibarat lagu nya Iwan Fals, “ Gaji Guru Oemar Bakrei seperti di KEBIRI”.  Saya menyadari, pemerintah saat ini telah berjuang keras untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan para tenaga pendidik secara berkala. Lohh…kok Cuma secara berkala…harusnya kan bisa gerak cepat mengingat fungsi para pendidik ini sangat berdampak pada kualitas negri ini dimasa yang datang. Jika tidak diantisipasi secara cepat, maka tentu saja untuk mendapatkan kualitas sumberdaya yang baik untuk masa depan juga tidak bisa cepat, padahal perkembangan dunia bergerak dengan cepat.

Sampai kapan kondisi ini terus begini..?  saya juga tidak tahu. Logika sederhana yang seharusnya bisa di implementasikan dengan mudah, kok rasanya sulit sekali seperti ada pihak-pihak yang tidak menginginkan negri ini maju.  Memang tak bisa dipungkiri, dengan kurangnya kesejahteraan para pendidik akan berdampak pula pada kualitas mengajar, terutama sekolah dasar dan menengah yang dibiayai oleh APBN. Tapi saya bersukur masih banyak juga para pendidik yang hidup mereka benar-benar untuk sebuah pengabdian. Mereka tidak perlu sebuah pengakuan gelar Pahlawan tanpa tanda jasa, mereka hanya berharap, bahwa apa yang telah mereka dedikasikan selama hidupnya sebaga pengajar bisa bermanfaat bagi murid dan bagsa dan Negara.

Jika kesejahteraan tenaga pengajar dari mulai sekolah dasar sampai menengah yang menjadi dasar sebuah pendidikan saja kesejahteraanya masih kurang, mungkin akan berbeda dengan para pengajar dan pendidik pada level perguruan tinggi yang dibiayai oleh APBN, sebut saja tenaga dosen. Dari level kepangkatan PNS, mereka tentu saja paling tinggi meski gaji PNS di negri ini masih tergolong sangat rendah dibanding Negara-negara tetangga. Tetapi bagi para dosen, peluang untuk mencari penghasilan tambahan juga sangat besar mengingat kemampuan pendidikan mereka yang juga sangat baik. Mereka bisa menulis buku, menjadi pembicara publik di acara seminar-seminar bahkan peluang menjadi pejabat Negara juga besar. Tetapi tetap saja ada para dosen yang memang pengabdian dan hidupnya hanya untuk dunia kampus dan mengajar.

Mungkin jika kita mendengar kata Guru, identik dengan sekolah, kampus dan lembaga pendidikan. Namun jika kita maknai secara luas maka pengertian guru pun menjadi sangat banyak. Orang tua bisa menjadi guru dan pendidik bagi anak-anaknya, seorang direktur atau manager disebuah perusahaan pun bisa menjadi guru bagi para karyawan dan bawahanya, seorang teman bisa menjadi guru bagi teman-teman yang lain manakala saling berbagi pengetahuan dan ketrampilan dan yang lebih penting adalah seorang pemimpin negri juga seharusnya mampu untuk mendidik para anak bangsa dan memberikan contoh bagi para calon-calon penerus bangsa.

Seandainya para guru, khususnya pada level sekolah dasar dan menengah itu diberdayakan maksimal dan disejahterakan secara mental dan materi, mungkin kualitas pendidikan dinegri ini akan lebih baik dari yang ada sekarang. Terkadang miris jika melihat para tenaga pendidik itu harus mencari penghasilan tambahan demi ekonomi keluarganya sehingga loyalitas sebagai pendidik menjadi tergerus dan yang menjadi korban adalah para murid karena berkurangnya kualitas pendidikan. Jika kualitas pendidikan di sebuah sekolah berkurang, maka yang terjadi adalah munculnya persaingan sekolah-sekolah swasta  berlabel internasional yang menjanjikan pendidikan dengan kualitas baik dan tentu saja dengan harga yang mahal.

Bagi para kalangan menengah keatas akan berfikir dua kali menyekolahkan anaknya pada sekolah-sekolah biasa dengan level para pengajar yang biasa saja. Bagi mereka kualitas pendidikan untuk anak-anak mereka menjadi pilihan nomor satu.  Apa yang berbeda…? Tentu kualitas para pengajar dan pendidik yang mendapatkan kesejahteraan lebih daripada sekolah-sekolah biasa.  Seakan mereka kurang percaya dengan kualitas sekolah-sekolah umum tersebut.

Ada juga sebuah seminar-seminar yang menyajikan materi luar biasa demi sebuah kesuksesan yang disajikan oleh para trainer-trainer terbaik  dengan biaya yang tentu saja tidak murah. Dalam sebuah seminar yang mereka sajikan tak jarang mereka mematok harga jutaan rupiah untuk satu orang. Bayangkan jika peserta dalam satu kali seminar di adakan dengan jumlah peserta 20-30 orang.  Tapi itulah berbagai bentuk dan cara orang mendidik dengan bermacam-macam penawaran dan manfaat. Intinya para trainer itu juga bisa dikatakan sebagai guru, meski sisi komersial nya lebih dominan.

Tapi apapun bentuknya, semua lembaga pendidikan tetaplah bertumpu kepada para guru. Seorang guru yang baik tentu tahu dan paham filosofi pendidikan. Mendidik dulu, baru hasil itu akan muncul jikalau apa yang diberikan dalam mendidik bermanfaat bagi orang banyak. Guru adalah tidak sekedar mendidik, tapi mereka adalah pencipta bangsa, masa depan negri ini tergantung dari para guru dalam mendidik generasi-generasi penerus bangsa. Jika muram wajah para guru, maka muram lah masa depan bangsa ini muramlah wajah bangsa ini. SELAMAT HARI GURU, BAKTIKUKU SELALU PADAMU.Trimakasih. (WD)

No comments:

Post a Comment