Sunday 5 June 2011

Antara “TIDAK TAHU” , “TAHU KETIDAK TAHUANYA” dan “ TIDAK TAHU KETIDAK TAHUANYA”



Setiap yang namanya manusia pasti pernah melakukan kesalahan, baik kesalahan pada diri sendiri, orang lain ataupun kesalahan kepada penciptanya. Adakalanya kesalahan itu disengaja dan tanpa kesengajaan. Untuk kesalahan yang disengaja, pasti ada motif bagi mereka yang sengaja melakukan kesalahan itu, apakah kesengajaan ini berupa keisengan atau memang benar-benar unsur kesengajaan dan mereka sadar bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Tapi bagi mereka yang melakukan kesalahan tanpa kesengajaan atau tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, akan berdampak kepada pembenaran diri sendiri atau dengan kata lain mereka tidak tahu ketidak tahuanya.



Mana yang piling berbahaya antara “tahu ketidak tahuanya” dengan “ tidak tahu ketidak tahuanya”, maka pahamilah kalimat ini. Seseorang yang “ tahu ketidak tahuanya “, biasanya melakukan sesuatu atau berbicara sebagai pihak yang merasa tahu banyak hal, tetapi hanya sebagai pembenaran diri semata dan sebagai sarana untuk merasa tidak mau kalah dengan orang lain. Padahal mereka sendiri tahu dan sadar bahwa apa yang mereka lakukan atau mereka ucapkan itu salah.

Misalnya, saya pernah ngobrol dengan seorang teman yang sebenarnya dari sisi pendidikan dia adalah seorang sarjana, tapi karena sifat yang tidak mau kalah maka apapun topik pembicaraan yang kami lakukan, tetap saja ada argument yang “nyeleneh” menurut saya. Saat itu kami lagi membahas tentang mudik lebaran menggunakan pesawat terbang dan susahnya booking pesawat saat menjelang lebaran.

Karena memang saya sebelumnya pernah bekerja pada maskapai penerbangan, maka saya faham betul prosedur dalam penerbangan. Ahirnya karena teman saya ini merasa tidak mau kalah argument, maka dengan sigap dan lugas dia bercerita bahwa pernah juga melakukan mudik lebaran dengan menggunakan pesawat, karena memang begitu penuhnya mudik naik pesawat saat lebaran, maka dia memutuskan untuk nekat datang ke bandara dan langsung beli tiket dan menuju pesawat. Walhasil dia tidak dapat tempat duduk dan harus BERDIRI sepanjang penerbangan.  Sesuatu yang tidak mungkin terjadi tetapi itulah yang di maksud  “ TAHU KETIDAK TAHUANYA”.

Dari sifat “Tahu ketidak tahuanya “ ini, maka yang timbul adalah sebuah kebohongan demi sebuah egoisme pembenaran. Ini sangat berbahaya karena sebenarnya teman saya ini tahu dan sadar bahwa stetmentnya itu salah tapi memaksakan diri untuk sebuah alasan bahwa dia “tahu”. Jika dia berbicara dengan orang yang tidak faham, maka ini akan menjadi sebuah pembenaran yang tak bisa disangkal dan menganggap lawan bicaranya bisa dibohongi atau di bodohi dengan kata lain “ Gue ngomong bohong, lu juga kaga tahu”. Tetapi bagi lawan bicara yang mengerti dan faham terhadap topik pembicaraan, maka ini dianggap sebuah lelucon konyol dan ahirnya terbacalah karakter teman saya ini.  

Sesorang yang “tahu ketidak tahuanya” harusnya menyadari dan karena mereka sudah tahu untuk sesuatu yang mereka tidak ketahui, maka jalan satu-satunya adalah mencari tahu dulu baru berbicara.  Dari pada harus berargumen yang sifatnya sok tahu tapi argument bohong.
Bagi mereka yang “TIDAK TAHU KETIDAK TAHUANYA”, maka biasanya sesuatu yang bernuasa bohong akan terhindarkan karena memang apapun yang dilakukan dan diucapkan lebih banyak faktor tidak tahu atau kurangnya informasi.

Misalnya Si A yang hanya tahu bahwa untuk bepergian keluar negri harus membayar fiscal luar negri dan selama ini mungkin begitulah yang dilakukanya dan sepengetahuanya. Jika dia berdebat dengan orang yang menjelaskan bahwa jika mau keluar negri dan bebas bayar fiscal, maka dia harus memiliki dan menunjukan NPWP, maka si A akan berargumen “ Ah masa sih, setahu saya ga begitu dan berdasarkan pengalaman, saya selalu bayar fiscal” begitulah kira-kira pernyataan pembenaranya. Argument seperti ini akan tetap dipertahankan karena apa yang dilakukan selama ini merupakan sebuah kebenaran dan pembenaran menurut si A. Tidak ada yang salah bagi si A , tapi hanya kurang informasi sehingga kurangnya informasi ini membuat Si A tentunya ketinggalan informasi yang up to date. Itulah sifat “TIDAK TAHU KETIDAK TAHUANYA”.  

Seseorang yang “TIDAK TAHU KETIDAK TAHUANYA” seharusnya membuka diri dan wawasan untuk memdapatkan informasi yang up to data agar apa yang diyakini sudah benar selama ini akan menjadi lebih benar.

Lain halnya bagi seseorang yang memang benar-benar “ TIDAK TAHU”, maka apapun yang di informasikan kepada mereka, maka akan di terima begitu saja karena memang tidak tahu apa-apa. Seseorang yang tidak tahu akan sangat mudah dipengaruhi atau diberikan informasi baru tanpa perdebatan karena ketidaktahuanya, jika informasi yang diserap itu benar, maka beruntunglah dia, tetapi jika informasi yang didapatkanya itu salah, maka rusaklah dia.

Apakah ketiga sifat itu salah, saya rasa tidak, itu hanya bermacam karakter yang seharusnya bisa disikapi secara arif karena pada dasarnya ketiga sifat itu masih mengandung solusi atau dapat dicarikan solusinya. Terimakasih (WD)

No comments:

Post a Comment